Harga satu sak semen pada dasarnya tidak mahal. Dari pabrik dikeluarkan dengan harga Rp30 ribu per sak. Di tingkat toko pengecer dijual Rp70 ribu/sak semen. Namun di Provinsi Papua harga 8 sak semen setara dengan harga satu unit sepeda motor baru di Jakarta.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengaku terperangah setelah mengetahui harga semen di Papua mencapai Rp 1,8 juta per saknya, harga ini jika dihitung jauh lebih mahal dari harga emas.
“Kami benar-benar terperangah, ketika mendengar paparan harga satu sak semen di Papua bisa mencapai Rp1,8 juta per sak. Harga ini sungguh tidak wajar. Kurang bisa diterima secara nalar,” kata anggota KPPU Ahmad Ramadhan Siregar saat bekunjung ke kantor Cenderawasih Pos, Kamis (1/10) malam.
Meski begitu, Ahmad Ramadhan belum berani menyimpulkan mengapa harga semen di Papua bisa semahal itu. “Kita belum mengetahui, di mana unsur monopolinya. Apakah di sektor penjualannya, atau di sektor transportasi,” ujarnya.
Seperti diketahui, harga semen dari Pabrik dilepas pada kisaran harga Rp30 ribu hingga Rp35 ribu. Sedangkan di pasaran, pada kisaran harga Rp70 ribu per sak.
Karena itu, KPPU akan mempelajari secara detil dan akan terjun langsung ke lapangan, untuk melihat langsung bagaimana distribusi semen sehingga harganya bisa melangit itu. Dari hasil tinjauan sementara, KPPU mendapat keterangan bahwa persoalan yang melambungkan harga semen adalah masalah transportasi.
“Persoalan hingga membuat harga semen melambung adalah faktor transportasi. Karenanya kami akan mengecek juga, mengapa hanya ada satu maskapai penerbangan yang melayani daerah atau kabupaten tertentu, ini sudah menyalahi,” beber Ahmad yang mengaku telah mendapat laporan lebih dalam.
Dalam catatan Medium, kondisi geografis Papua yang didominasi morfologi pegunungan berlereng curam dengan ketinggian rata-rata di atas 1000 meter memang sulit untuk memungkinkan distribusi semen dapat menjangkau wilayah sana dalam harga yang murah, mengingat kemasannya yang sangat berat.
Satu-satunya moda transportasi yang cocok untuk dapat menjangkau seluruh wilayah Papua adalah angkutan udara. Moda transportai yang cocok digunakan disana adalah menggunakan pesawat terbang ber-performa “Short Take Off and Landing” (STOL).
“Selain kondisi geografis yang cukup ekstrim, faktor cuaca yang sangat tidak menentu dan sering tidak ramah di Papua lebih cocok untuk pesawat yang berkualifikasi STOL,” kata Praktisi Industri Penerbangan, Satya Graha Utama di Jayapura,Sabtu.
Kebutuhan pesawat ber-perfoma “STOL” juga dipengaruhi kondisi landasan pacu di daerah pedalaman yang sebagian besar memiliki lintasan pendek dengan fasilitas yang masih minim.
Kualifikasi “STOL” memungkinkan pesawat dapat tinggal landas dan mendarat pada landasan pacu yang pendek serta dalam kondisi landasan yang tidak terlalu rata.
Pesawat ber-performa STOL yang sudah umum diterbangkan di daerah pedalaman Papua diantaranya, Twin Otter, Cessnea Caravan dan Pilatus Porter.
Kondisi infra struktur yang minimalis ditambah dan belum tersedianya akses transportasi darat di daerah pedalaman Papua disebabkan lambatnya pembangunan karena kendala geografis yang cukup berat. Menurut Satya, agar roda pembangunan di Tanah Papua dapat berputar lebih baik dengan menggunakan transportasi udara, pemerintah daerah seharusnya melakukan penguatan kapasitas “airstrip” atau lapangan terbang perintis, terutama pada titik-titik pengangkutan logistik di daerah pedalaman.
“Penguatan kapasitas ini berupa pengerasan dan memperpanjang landasan pacu serta melengkapi fasilitas pendukung di sekitar lapangan terbang,” tandasnya.
Luas keseluruhan Pulau Papua mencapai 410.660 kilometer persegi atau 21 persen dari luas wilayah Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 2,3 juta jiwa. Dimana lebih dari 50 persen penduduk Papua mendiami daerah pedalaman.
Saat ini terdapat sekitar 280 lapangan terbang perintis yang dapat digunakan untuk mendukung transportasi udara di Papua./antastikan tidak terjadi kartel.
Terkait mahalnya harga semen di Papua ini, Ahmad Ramadhan berencana akan memanggil sejumlah Bupati di Papua untuk dimintai keterangan soal ini. “Bupatinya akan kami panggil ke Jakarta,” kata Ahmad.
Menurut Ahmad, apa yang terjadi di Papua hampir tidak pernah terjadi di sistem perekonomian internasional, karena kendala geografis membuat harga transportasi pengiriman lebih besar sampai 60 kali lipat dibanding harga komoditi itu sendiri. “Masyarakat Papua akhirnya membayar ongkos kemahalan, bukan pada barangnya tetapi bagaimana mendapatkan barang itu,” katanya.
Sebelumnya KPPU tidak hanya mengecek soal harga semen di Papua tetapi juga beberapa produk semen lain seperti Semen Padang, Semen Tonas, Semen Hoclim. AD
04 October 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment