Siapa-siapa saja yang berhak menerima zakat, akan saya salinkan dari kitab Minhajul Muslim edisi Indonesia Ensiklopedi Muslim oleh Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi. Penerima zakat ialah delapan golongan yang disebutkan Allah Azza wa Jalla di kitab-Nya. Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana” [At-Taubah : 60]
Penjelasan tentang kedelapan penerima tersebut adalah sebagai berikut.
[1] Orang-orang Fakir.
Orang fakir ialah orang yang tidak mempunyai harta untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan orang- orang yang ia tanggung. Kebutuhan itu berupa makanan, atau minuman, atau pakaian, atau tempat tinggal, kendati ia mempunyai harta se-nishab.
[2] Orang Miskin.
Bisa jadi orang miskin itu kefakirannya lebih ringan, atau lebih berat daripada orang fakir. Hanya saja hukum keduanya adalah satu dalam segala hal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendefinisikan orang miskin dalam hadits-haditsnya, misalnya beliau bersabda.
“Artinya : Orang miskin bukanlah orang yang berkeliling kepada manusia dan bisa disuruh pulang oleh sesuap makanan, atau dua suap makanan, atau satu kurma, atau dua kurma. Namun orang miskin ialah orang yang tidak mempunyai kekayaan yang membuatnya kaya, tidak diketahui kemudian perlu diberi sedekah, dan tidak meminta-minta manusia” [Diriwayatkan Bukhari]
[3] Pengurus Zakat.
Yaitu pemungut zakat, atau orang-orang yang mengumpulkannya, atau orang yang menakarnya, atau penulisnya di dokumen. Petugas Zakat diberi upah dari zakat kendati orang kaya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sedekah (zakat) tidak halal bagi orang kaya kecuali bagi lima orang petugasnya, orang yang membeli zakat dengan hartanya, orang yang berhutang, pejuang di jalan Allah atau orang miskin yang bersedekah dengannya kemudian menghadiahkannya kepada orang kaya” [Diriwayatkan Ahmad]
[4] Orang-orang yang dibujuk hatinya.
Yaitu orang-orang yang lemah ke-Islamannya dan orang yang berpengaruh di kaummnya. Ia diberi zakat untuk membujuk hatinya dan mengarahkannya kepada Islam dengan harapan ia bermanfaat bagi orang banyak atau kejahatannya terhenti. Zakat juga boleh diberikan kepada orang kafir yang diharapkan bisa
beriman atau kaumnya bisa beriman. Ia diberi zakat untuk mengajak mereka kepada Islam dan membuat mereka cinta Islam. Jatah ini bisa diperluas distribusinya kepada semua pihak yang dapat mewujudkan kemaslahatan bagi Islam dan kaum Muslimin, misalnya para wartawan atau penulis.
[5] Memerdekakan Budak.
Yang dimaksud dengan point ini ialah bahwa seorang Muslim mempunyai budak, kemudian dibeli dari uang zakat dan dimerdekakan di jalan Allah. Atau ia mempunyai budak mukatib (budak yang membebaskan dirinya dengan membayar sejumlah uang kepada pemiliknya), kemudian ia diberi uang zakat yang bisa menutup kebutuhan pembayaran dirinya, hingga ia bisa menjadi orang merdeka.
[6] Orang-orang yang Berhutang
Yaitu orang-orang yang berhutang tidak di jalan kemaksiatan kepada Allah, Rasul-Nya, dan mendapatkan kesulitan untuk membayarnya. Ia diberi zakat untuk melunasi hutangnya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Meminta-minta tidak diperbolehkan kecuali bagi tiga orang : Orang yang sangat Miskin, atau orang yang berhutang banyak, atau orang yang menanggung diyat (ganti rugi karena luka, atau pembunuhan)” [Diriwayatkan At-Timridzi dan ia meng-hasan-kannya]
[7] Di jalan Allah.
Yaitu amal perbuatan yang mengantarkan kepada keridhaan Allah Ta’ala dan Surga-Nya, terutama jihad untuk meninggikan kalimat-Nya. Jadi penjuang di jalan Allah Ta’ala diberi zakat kendati dia orang kaya. Jatah ini berlaku umum bagi seluruh kemaslahatan-kemaslahatan umum agama, misalnya pembangunan rumah-rumah sakit, pembangunan sekolah-sekolah, dan pembangunan panti asuhan anak-anak yatim. Tapi yang harus didahulukan ialah yang terkait dengan jihad, misalnya penyiapan senjata, perbekalan, pasukan, dan seluruh kebutuhan jihad di jalan Allah Ta’ala.
[8] Ibnu Sabil.
Yaitu musafir yang terputus dari negerinya yang jauh. Ia diberi zakat yang bisa menutupi kebutuhannya di tengah-tengah keterasingannya kendati ia kaya di negerinya. Ia diberi zakat karena ia terancam miskin di perjalanannya dan ini dengan syarat tidak ada orang yang meminjaminya uang yang bisa memenuhi
kebutuhannya. Jika ia memungkinkan bisa pinjam uang kepada seseorang, ia wajib meminjamnya dan tidak berhak diberi zakat selagi ia kaya di negerinya.
Kemudian, saya ringkaskan Catatan tambahan dari Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi.
Catatan.
[1]. Jika seorang muslim menyerahkan zakat hartanya kepada kelompok manapun di antara kedelapan kelompok di atas, maka sah. Hanya saja, ia harus memberikannya kepada pihak yang paling membutuhkan dan paling besar kebutuhannya. Jika zakatnya berupa uang yang banyak, kemudian ia membagi-bagikannya kepada masing-masing kedelapan kelompok tersebut, maka itu baik sekali.
[2]. Orang muslim tidak boleh memberikan zakatnya kepada orang yang wajib ia nafkahi, misalnya kedua orang tuanya, atau anak-anaknya, dan seterusnya, serta isteri-isterinya, karena ia berkewajiban menafkahi mereka.
[5]. Zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir, atau orang fasik seperti orang yang meninggalkan shalat, orang yang melecehkan syariat Islam, dan lain sebagainya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Zakat diambil dari orang-orang kaya mereka, dan dikembalikan kepada orang-orang fakir mereka”. Maksudnya ialah zakat diambil dari orang-orang kaya kaum Muslimin dan dikembalikan kepada orang-orang fakir kaum Muslimin. Zakat juga tidak boleh diberikan kepada orang kaya dan orang kuat yang bisa kerja, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Orang kaya tidak mempunyai bagian terhadap zakat dan juga orang kuat yang bisa kerja” [Diriwayatkan Ahmad] Maksudnya orang yang bisa kerja sesuai dengan kadar kecukupannya.
[6]. Zakat tidak boleh dipindahkan dari satu negeri ke negeri lain yang jauhnya sejauh perjalanan yang dibenarkan melakukan shalat qashar, atau lebih, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ersabda.”Artinya : Zakat itu dikembalikan kepada orang-orang fakir mereka” Para ulama mengecualikan jika disuatu negeri tidak ada orang-orang fakir atau suatu negeri mempunyai kebutuhan yang sangat besar, maka zakat boleh di pindah ke negeri yang di dalamnya terdapat orang-orang fakir. Tugas ini dilaksanakan imam (pemimpin) atau wakilnya.
[8] Zakat tidak sah kecuali dengan meniatkannya. Jika seseorang membayar zakat tanpa meniatkannya maka tidak sah, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.”Artinya : Sesungguhnya semua amal perbuatan itu harus dengan niat, dan setiap orang itu sesuai dengan niatnya”. Jadi orang yang membayar zakat harus meniatkan zakat sebagai kewajiban dari hartanya dan memaksudkannya kepada keridhaan Allah, sebab ikhlas adalah syarat diterimanya semua ibadah, dan karena Allah Ta’ala berfirman.”Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” [Al-Bayyinah : 5]
Lengkapnya silakan baca Minhajul Muslim, hal 406-410, Darul Falah
Sumber : risalahrasul
07 September 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment