Seperti sudah dapat diduga, jumlah partai politik peserta Pemilu 2009 meningkat dibandingkan Pemilu 2004, kendatipun peningkatannya tidak sebanyak jumlah parpol dalam Pemilu 1999. Dalam Pemilu 1999, terdapat 48 partai politik peserta pemilu, dan lima tahun kemudian jumlahnya turun menjadi 24 partai politik. Kini, KPU telah menetapkan 34 partai politik sebagai peserta Pemilu 2009, plus 6 partai lokal di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Dari ke-34 itu, 18 di antaranya adalah partai politik baru.
Sekalipun ini hingar bingar pemilu 2009 semakin santer terdengar dengan banyak menghiasi media massa, akan tetapi bagi Sri, pemudi lulusan SMA yang sehari-harinya menjadi pedagang asongan di bus AKAP, banyak atau sedikitnya partai yang tengah berkonflik tidak dia pedulikan karena tidak mungkin berpengaruh pada penghasilannya sebagai pedagang. Kepada Medium, Bahkan Sri mengakui dalam pemilu 2004 kemarin, dirinya tidak sempat menggunakan hak pilihnya karena harus berangkat bekerja. Sri juga membuka diri kalau saat pemilu 2004 kemarin hampir seluruh keluarganya tidak menggunakan hak pilihnya karena harus mencari nafkah.
Pendapat hampir senada disampaikan Ulen seorang pedagang kaki lima, menurutnya apapun yang sedang terjadi dalam jagat perpolitikan nasional menjelang pemilu, banyak sedikitnya parpol yang berkonflik tidak dirinya hiraukan. Banyak sedikitnya parpol yang berkonflik baginya tidak akan berpengaruh pada pendapatannya setiap hari. Dari paa untuk membuang waktunya untuk megikuti perpolitikan nasional baginya mendingan jualan untuk cari makan. ”Semakin banyak parpol yang ada, maka semakin bertambah banyak kecap yang dijual. Semua merk kecap mengaku yang terbaik, paling enak dan paling sedap. Tetapi yang namanya kecap yang pasti kalau rasanya gak manis ya asin” Tukasnya.
Menurut Ulen, mendingan masyarakat dari pada diberi banyak pilihan partai politik, dikasih kecap langsung saja yang betulan biar bisa buat memasak.
Tentang banyaknya konflik dan perpecahan dalam internal partai politik. Tika, mahasiswi ilmu politik semester akhir salah satu universitas ternama di Jakarta, berpendapat berbea dengan Sri dan Ulen. Bagi Tika, perpecahan dalam partai politik itu wajar karena partai politik adalah organisasi kepentingan. ”Sayangnya, pemain-pemainnya itu-itu saja mas. Die lagi, die lagi, cape dehhh….” Ungkapnya.
”Banyak partai baru yang didirikan oleh pentolan partai-partai lama. Sama halnya dengan konflik-konflik atau ketidakpuasan di dalam tubuh NGO, kalau tidak suka atau tidak dapat posisi yang diinginkan ya buat lagi yang baru.” Kilahnya
“Banyak partai-partai baru yang muncul dengan tujuan untuk menampung sebagian suara yang terkecewakan oleh partai-partai yang telah eksis. Tetapi kalau melihat karakter masyarakat Indonesia, bisa saja beberapa partai baru ini malah berpotensi menjadi lebih besar karena dapat menampung banyak pihak yang terkecewakan itu ya mas?” Tika menambahkan.
Terus apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan perpolitikan nasional menurut Tika?
”Untuk memperbaiki keadaan, saya akan mendirikan partai Golput, lumayan kan besar juga suara yang Golput. Bisa dapat banyak kursi tuh” Jawab Tika sambil tertawa manis dan kemudian berlalu dari diriku.
25 November 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Kayaknya orang-orang itu banyak yang ngikut Gus Dur rupanya. Kalau Gus Dur malah lebih tegas lagi, dia ngajak boykot pemilu dan golput. Gimana itu Gus Dur yah, mantan Presiden & sering bela-belain demokrasi, tapi malah boykot pemilu. Gak paham demokrasi rupanya dia.......
Ehm... pandangan politik yang menarik juga....
Post a Comment