Oleh Adhi Darmawan
Dana yang bergulir pada Pemilu 2009 diperkirakan mencapai Rp 29-30 triliun. Dana tersebut berasal dari APBN, APBD, dan dana yang terbesar adalah dana kampanye para calon anggota DPR/DPRD, DPD, dan calon presiden.
Dana anggaran Pemilu 2009 yang berasal dari APBN sekitar Rp 13,5 triliun. Dana sumbangan pemerintah daerah seluruh Indonesia (APBD) untuk pembiayaan pemilu sekitar Rp 1-2 triliun.
Sedangkan dana kampanye calon anggota DPR/DPRD dan DPD seluruh Indonesia sekitar Rp 14-15 triliun. Berdasarkan data KPU pusat, daftar calon tetap DPR sebanyak 11.225 orang dan daftar calon tetap DPD sebanyak 1.116 orang.
Dengan asumsi dana kampanye Rp 500 juta per calon anggota DPR dan Rp 1 miliar per calon anggota DPD, akan terkumpul dana sekitar Rp 6,7 triliun. Sedangkan pengeluaran dari calon anggota DPRD provinsi (33 provinsi), dengan asumsi 500 calon per provinsi dan Rp 200 juta per calon, akan terkumpul dana sekitar Rp 3,3 triliun.
Berdasarkan penghitungan cepat (quick count) yang dilakukan sejumlah lembaga penelitian, dapat dipastikan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono memenangi pemilihan presiden RI pada 8 Juli kemarin. Artinya, jargon ‘Lanjutkan’ dari pasangan tersebut dapat direalisasi. Sampai kemarin, pasangan Yudhoyono, sang kandidat incumbent mendapatkan suara di atas 60 persen. Sisanya 40 persen kurang untuk kandidat lain, yakni Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Yusuf Kalla-Wiranto.
Terlepas banyaknya kekurangan penyelenggaraan pilpres kali ini, faktanya rakyat telah menetapkan pilihan mereka. Yudhoyono yang incumbent masih menjadi pilihan terbaik bagi rakyat. Faktualnya pula, capres yang diusung Partai Demokrat dan koalisi partai Islam serta belasan partai yang tidak masuk parlemen, Yudhoyono-Boediono menjadikan kompetisi ‘menuju Istana’ kali ini hanya dalam satu putaran.
Patut pula disyukuri, pilpres telah berjalan lancar dan damai. Kekhawatiran akan terjadinya gejolak sosial di masyarakat, tidak terjadi. Kita melihat, rakyat ternyata jauh lebih dewasa dibanding elite politik yang tidak pernah berhenti bertikai.
Medium mencatat, ada banyak catatan yang kurang sedap selama menjelang pelaksanaan pilpres. Masalah ketidakberesan daftar nama tetap (DPT), masalah egosektarian antar tim sukses dan bertumpuk masalah yang kini terekam di Bawaslu. Namun, persoalan di atas tentunya sudah tidak lagi relevan, mengingat pilpres sudah mendekati tahap final.
Yang paling menarik dalam pilpres kali ini, adalah lembaga keagamaan besar yang secara suka rela turut aktif berpolitik dalam pilpres kali ini. Jelas, harus kita katakan itu sebuah kekeliruan besar. Sebagai pembawa pesan moral, sangat tidaklah elok lembaga seperti PP Muhammadiyah, PB Nahdlatul Ulama ikut bermain dalam politik praktis.
Kita sangat mengharapkan lembaga keagamaan tetap pada jati dirinya, menjadi penjaga moral masyarakat. Sebab, masyarakat yang kuat dan sehat secara rohani adalah cermin dari keberhasilan lembaga keagamaan sebagai penjaga moral.
11 July 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment