14 April 2009

Krisis Nuklir Dunia

Oleh Adhi Darmawan

Beberapa pekan yang lalu, Korea Utara telah mengeluarkan statement yang mengklaim keberhasilannya dalam melakukan uji coba nuklir. Uji coba nuklir Korea Utara dilakukan dibawah tekanan dari dunia international yang tidak merestui tindakan Korea Utara tersebut.
Ledakan kuat atas uji coba nuklir tersebut disinyalir terjadi di sebuah fasilitas bawah tanah di Provinsi Hamgyong Utara, Korea Utara. Berbagai ahli analisis pertahanan mempercayai bahwa Korea Utara tidak mungkin mempunyai kemampuan untuk dapat melakukan hal tersebut, tetapi sepertinya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Korea Utara hanya sekedar melakukan gertakan politik. Para pemimpin dunia mengutuk keras tindakan Korea Utara, karena apa yang dilakukannya dianggap telah mengancam ketentraman dan stabilitas keamanan.
Setahun yang lalu, Korea Utara juga telah melakukan uji coba tujuh buah misilnya, termasuk satu kali kegagalan terhadap misil jarak jauh Taepodong-2 yang dapat menjangkau wilayah Amerika Serikat. Itulah sebabnya, di samping telah membuka episode baru yang berbahaya dalam pengembangan senjata nuklir, uji coba yang dilakukan oleh Korea Utara dianggap telah mewujudkan ancaman yang serius bagi Amerika Serikat dan sekutunya. Al hasil, petinggi garis keras di Washington telah merencanakan untuk menggunakan “pre-emptive attack” terhadap tempat-tempat pembuatan nuklir di Korea Utara dalam jangka waktu dekat ini andai saja uji coba itu dianggap telah dan akan menimbulkan ancaman.
Sekalipun motif dalam menggunakan “pre-emptive attack” memiliki tujuan yang baik, tetapi bagaimanapun juga, memberikan legitimasi dengan menyebutnya sebagai hak bagi setiap negara untuk menggunakan “pre-emptive attack” sebagai tindakan membela diri, maka hal tersebut sama saja degan memberikan perizinan pada Negara lainnya yang nantinya tidak mungkin lagi dapat dikendalikan.
“Pre-emptive attack” akan memberikan kesempatan luas untuk melegitimasi penyerangan yang membabi-buta secara bersama-bersama oleh negara adikuasa guna menghancurkan negara-negara yang lebih lemah di dunia ini, salah satunya Korea Utara. Secara tidak langsung, tindakan ini akan melanggar ketentuan Piagam PBB, dimana sejatinya setiap tindakan haruslah terlebih dahulu diputuskan melalui instrumen Dewan Keamanan PBB.
Atas kondisi inilah China dan beberapa negara lainnya merasa enggan untuk memberikan dukungan penuh terhadap sanksi ekonomi kembali yang akan dijatuhkan oleh PBB terhadap klaim keberhasilan uji coba nuklir Korea Utara. Pasalnya, draft sanksi tersebut sepenuhnya dibuat oleh Amerika Serikat. Mereka tidak mengharapkan Pyongyang akan mengambil langkah keras dengan tindakan balasan yang justu dapat memperburuk hubungan dengan negara-negara disekitarnya apabila sanksi tersebut terkesan dipaksakan.
Dari Iran hingga Korea Utara kemudian sampai dengan Venezuela, mereka mulai membangun strategi anti pemimpin-pemimpin negara barat guna memberikan ancaman di tengah-tengah menguatnya harga minyak dunia atau sekedar untuk memperlemah jangkauan militer Amerika Serikat dengan cara mengurangi daya pengaruh publik terhadap dukungan atas penggunaan “pre-emptive action” oleh kekuatan militer Amerika Serikat dan sekutunya.
Tentu saja kita setuju menolak keras tindakan pengembangbiakan nuklir sebagai senjata yang akan digunakan untuk menghancurkan. Akan tetapi kita juga sudah sepatutnya keras terhadap Amerika, Inggris, dan negara maju lainnya yang menginginkan negara-negara lainnya untuk menghentikan pembuatan senjata nuklir, agar mereka sendiri dapat bertindak adil pada beberapa Negara di dunia. Jika Amerika dan sekutunya ingin menjadi pemimpin didunia, maka seharusnya dapat memimpin dengan memberikan contoh terlebih dahulu dalam membina hubungan baik dengan negara manapun. Bukan menciptakan tindakan sebaliknya yang merugikan Negara lain sehingga tercipta suasana saling bermusuhan.

02 April 2009

Bukan Koruptornya, Tapi Pelapornya Yang di Tangkap

Bukan koruptornya yang diperiksa, tapi tiga orang aktifis yang melaporkan tindakan korupsi justeru yang diancam dengan kurungan pidana. Hal ini salah satunya menimpa M. Saleh Zakaria yang berusaha mengungkap dugaan korupsi, tapi malah menjadi terlapor.

Tiga orang aktifis Koalisi Transparansi Anggaran untuk Demokrasi Sejati (KOTAD-S), Sri Sudarjo, S.Pd. SH., Sayid Rizal F. Haedar dam M. Saleh Zakaria yang juga calon anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) daerah pemilihan NTB, dijadikan terlapor oleh oknum Dinas PU Bina Marga NTB. Mereka dituding telah melakukan tindakan tidak menyenangkan dan diancam dengan KUHP Pasal 335. Sehingga pada hari Rabu (18/3), ketiganya dipanggil Polsek Mataram untuk dimintai keterangan. Selama lebih dari dua jam tiga orang aktifis KOTAD-S dimintai keterangan Polsek Mataram.
Menurut Sri Sudarjo selaku koordinator nasional (Kornas) KOTAD-S, persoalan yang menjadikan mereka dijadikan terlapor karena awalnya mengusut dugaan kasus tindakan korupsi di Bina Marga senilai 206 miliar dana APBN.
“Sikap aparat Kepolisian sudah bagus meminta keterangan atas adanya laporan yang dianggap melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Kami pun respon dan menerima panggilan aparat,” jelas Sri Sudarjo.
Anehnya, kata Sri Sudarjo, sebenarnya kasus tersebut bermula ketika mereka meminta konfirmasi kepada PU Bina Marga atas dugaan kuat telah terjadi tindakan korupsi pada proyek senilai Rp206 miliar dana APBN. “Ketika itu justru oknum Kepala Kantor Bina Marga mengatakan keluar anda, ini kantor saya, rakyat tidak punya hak untuk mengetahui tender ini sambil menggebrak meja, sehingga atas perbuatannya kami laporkan ke Polda NTB. Anehnya, justru kami kini dijadikan terlapor,” tegasnya.
Dijelaskan Sri Sudarjo didampingi M. Saleh Zakaria, Sayid Rizal F Haedar dan beberapa aktifis lainnya menerangkan, Satker pembangunan jalan dan jembatan mulai Kepala SNVT hingga panitia tender berdasarkan hasil investigasi dan informasi yang diperoleh KOTAD-S, terindikasi melakukan praktek-praktek tidak terpuji syarat dengan rekayasa.
“Paket-paket pemenangan rakayasa itu, ditemukan dua pemenang proyek yang tidak memenuhi syarat/ kriteria, satu pemenang proyek pada proyek tertentu digugurkan tapi proyek lain dimenangkan, padahal syarat administrsi dan teknis kedua proyek tersebut sama. Dua pemenang proyek yang hanya ada pemenang tunggal tidak ada cadangan pemenang, dan ada satu pemenang proyek yang dimenangkan meski rekanan tersebut tidak memiliki pengalaman,” Ungkap Sri Sudarjo.
Bahkan, sambung Sri Sudarjo, oknum di Dinas PU mengatakan bahwa ada oknum wartawan maupun LSM yang telah melakukan pemerasan, sementara kedatangan KOTAD-S ke Dinas PU bukan hanya aktifis, melainkan ada wartawan yang turut serta sebagai warga yang peduli untuk memberantas korupsi di NTB.
“Yang jelas oknum kepala PU mengatakan sering didatangi wartawan dan LSM yang melakukan pemerasan. Kami jelas merasa tersinggung karena yang datang adalah LSM dan wartawan. Padahal waktu itu sudah kami minta jika memang ada di antara kami yang melakukan pemerasan silakan ditunjuk saja supaya jelas biar dikeluarkan dari KOTAD-S,” timpal anggota KOTAD-S lainnya, Sudirman Ahmad alias De’ One dari Investigasi Sipil Daerah (Insipda) NTB.
Sementara Sri Sudarjo mengucapkan terima kasih kepada pihak Kepolisian yang tidak serta merta setelah mendapat laporan melakukan penahanan terhadap terlapor. “Kami imbau kepada aparat jika ada pelaporan memang harus dikaji terlebih dahulu supaya tidak terjadi kesalahan,” katanya.
Kapolsek Mataram, AKP. Arief Y, membenarkan pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang aktifis atas adanya laporan dari pelapor Dinas PU Bina Marga.
“Kami melakukan pemeriksaan terhadap terlapor sesuai pengaduan yang masuk,” jelas Arief.
M. Saleh Zakaria yang juga seorang jurnalis dalam jumpa persnya mengimbau kepada para wartawan untuk tidak melakukan konfirmasi atas dugaan kasus korupsi. “Salah-salah karena konfirmasi dilaporkan perbuatan tidak menyenangkan,” tegasnya.
Sebelumnya Koalisi Anggaran untuk Demokrasi Sejati (KOTAD-S), Jumat (13/3), melakukan aksi demonstrasi bersama 300 massanya mendatangi Kantor SNVT Jalan dan Jembatan NTB. Mereka meminta agar tender paket proyek-proyek senilai 200 miliar rupiah dari dana APBN 2009 ditender ulang. AD

Peradaban Baru TNI

Setelah, Kivlan Zein, Wiranto, SBY, Saurip Kadi, dsb… Kini giliran Sintong Panjaitan yang menulis sebuah buku dan telah resmi diluncurkan. Rupanya, perkembangan positif telah merasuk dalam dunia militer kita, yakni budaya adu argumen secara ilmiah dengan meluncurkan buku, tidak lagi dengan mengandalkan kekuatan otot yang selama ini identik dengan bentuk TNI.

Mantan Danjen Kopassus Mayjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan secara resmi telah memberikan sambutan saat peluncuran bukunya di Balai Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (11/3). Buku yang berjudul Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando ini memuat berbagai pengalaman dan pandangan lulusan Akademi Militer angkatan 63 semasa aktif dalam dunia militer.

Sintong Panjaitan memaparkan kebenaran sejarah tentang situasi militer zaman Orde Baru yang selama ini dinilai samar-samar. Hal ini dituangkan dalam bukunya berjudul Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, yang diluncurkan.
"Dalam buku ini saya mengungkapkan kebenaran di mana banyak peristiwa yang tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya. Buku ini bukan untuk menghakimi, namun agar kesalahan di masa lalu tidak diulangi di masa depan," tutur Sintong, saat peluncuran bukunya, di Gedung Balai Sudirman Jakarta.
Sintong berbagi rahasia bahwa keinginannya untuk menulis hingga dapat menyelesikan bukunya itu karena adanya dorongan yang kuat dari keluarga, istri, teman, dan sesepuh. "Mereka menilai banyak pengalaman yang tersamarkan dan tidak jelas," katanya. Sintong berharap buku dengan sampul warna hijau setebal 520 halaman ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi pembaca.
Buku 'Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' karya Sintong Panjaitan mendapat sambutan positif dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Informasi yang diberikan Sintong, bisa digunakan sebagai informasi tambahan dalam menguak kasus orang hilang.

"Sintong banyak memberikan informasi baru yang tidak didapat dari mekanisme penyelidikan formal," ucap anggota badan pekerja Kontras Indria Fernida.
Selain itu, Indria juga melihat buku tersebut sebagai pembuka tabir misteri beberapa kasus pelangaran HAM selama ini. Ia mencontohkan, pembantaian massal Santa Cruz di Dili, penghilangan aktivis 1998, serta kerusuhan Mei 1998.
"Seharusnya institusi negara memanfaatkan pengakuan Sintong sebagai agenda akuntabilitas kasus pelanggaran berat HAM masa lalu," tambahnya.
Menurut Indria, kapasitas Prabowo Subianto sebagai calon presiden juga patut dipertanyakan setelah adanya buku tersebut. Alasannya, peran mantan Danjen Kopassus itu dalam kasus penculikan orang hilang sangat penting.
"Kalau mengendalikan pasukan dibawahnya tidak bisa, apalagi nanti menjadi presiden," kecamnya.

Untuk itu, Indria meminta agar kontroversi buku karya Sintong tidak dimaknai sebagai perbedaan pendapat belaka diantara Sintong dan Prabowo. Namun buku tersebut harus dijadikan sebagai kerangka penegakan HAM.
Menanggapi munculnya wacana yang memojokkan dirinya yang berasal dari buku Sintong, Prabowo Subianto pun segera meluncurkan bukunya yang berjudul 'Membangun Kembali Indonesia Raya.' Cuma sepertinya, dalam bukunya Prabowo lebih fokus membicarakan masalah ekonomi dan bukan focus menjawab semua tudingan Sintong.
Apa pun juga, jawaban lengkap Prabowo terkait tudingan yang dialamatkan kepada dirinya tetaplah dinanti-nanti. Betapa tidak. Dalam bukunya itu, Sintong secara tidak langsung mengatakan Prabowo turut bertanggung jawab atas peristiwa 21 Mei 1998.
Pada halaman 34 dia mengungkapkan keheranannya mengapa tiada seorang pun dari para perwira tinggi ABRI yang mengambil tindakan pengamanan dalam peristiwa Mei 98 tersebut. Padahal waktu itu 90 persen kekuatan Kostrad di bawah komanda Letjen Prabowo Subianto berada di Jakarta.
"Tentara ada di mana-mana dan dapat digerakkan ke mana pun diperlukan. Tetapi mereka tidak mendapat perintah," demikian bunyi paragraf pertama pada halaman 35 buku setebal 520 halaman tersebut.
Baru saja diluncurkan, Mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn) Wiranto dan mantan Panglima Kostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto harus bertanggung jawab atas kerusuhan Mei 1998 oleh mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman yang hadir dalam peluncuran itu.
"Wiranto harus bertanggungjawab atas kerusuhan Mei karena tidak dilaksanakannya perintah presiden untuk pemulihan keamanan dan Prabowo bertanggungjawab atas kasus penculikan," kata Marzuki usai bedah buku Sintong di Balai Sudirman, Jl Dr Saharjo, Jakarta, Rabu (11/3/2009).

Marzuki menilai, buku ini sangat berarti untuk meluruskan problematika kekuasaan ke depan. Menurut dia, keputusan Wiranto yang menolak perintah presiden tersebut memunculkan pertanyaan, yakni apakah hal itu bisa dikategorikan membuka demokrasi atau merupakan jenis pelanggaran serius di tubuh TNI.
"Biarkan pertanyaan berkembang dan biar politik yang menyelesaikan mereka," tambahnya.
Apakah peluncuran buku ini disinyalir untuk menjegal Wiranto dan Prabowo? "Itu teori konspirasi yang menandakan adanya kemalasan berpikir saja. Buku ini merupakan sumbangan yang berarti bagi sejarah Indonesia," cetus Marzuki.
Dalam buku setebal 520 halaman yang ditulis wartawan senior Hendro Soebroto tersebut, Sintong menuturkan Wiranto boleh menolak perintah Panglima Tertinggi. Namun seharusnya Wiranto mengundurkan diri selambat-lambatnya dalam jangka waktu delapan hari sejak menolak perintah.

"Wiranto boleh menolak perintah Panglima Tertinggi. Tetapi karena hal itu merupakan subordinasi, maka selambat-lambatnya ia harus mengundurkan diri dalam jangka waktu delapan hari. Bahkan Sintong menegaskan bahwa setelah Wiranto menolak perintah Panglima Tertinggi ABRI, pada saat itu juga ia harus langsung mengundurkan diri," demikian tertulis pada halaman 6.
Selain mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, Gus Dur dan Agum Gumelar pun turut hadir. Selain tamu-tamu yang hadir, sejumlah tokoh nasional terlihat mengirimkan karangan bunga. Tampak karangan bunga dari Menneg Pora Adhyaksa Dault, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Kepala Bappenas/ Menteri PPN Paskah Suzetta. AD

Daftar Pemilih Tetap Masih Bermasalah, Pemilu Rawan Konflik

Komisi Pemilihan Umum belum lama ini telah mengumumkan jumlah pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap. Ketua Komisi Pemilihan Abdul Hafiz Anshary, mengatakan total pemilih sebanyak 171.265.442 orang.

Pada 24 November 2008, Komisi Pemilihan telah menetapkan jumlah pemilih sebanyak 171.068.667 orang. Belakangan, sejumlah daerah mengajukan perubahan daftar pemilih. Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1 tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang Dasar No 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Legislatif, Komisi Pemilihan bisa mengubah daftar pemilih.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, 2 Februari lalu, KPU menyebutkan data yang berbeda lewat Keputusan Nomor 02/SK/KPU/Tahun 2009 tanggal 9 Januari 2009 tentang Badan Pelaksana dan Daftar Pemilih Tetap yang mencakup 33 provinsi dan 471 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Total jumlah pemilih 171.068.667 orang yang terdiri atas 169.558.775 pemilih di dalam negeri dan 1.509.892 pemilih di luar negeri.
Namun seiring berjalannya hari, data tersebut mengalami perubahan berdasarkan data terbaru dari KPU, jumlah pemilih di dalam negeri mencapai 169.688.741 pemilih di 33 provinsi. Selisih di tiap provinsi mayoritas kurang dari 50.000 pemilih. Hanya Jawa Timur dan Papua yang selisihnya mencapai 100.000 pemilih. Namun, juga terdapat data lain mengenai jumlah pemilih di Jawa Timur yang menunjukkan selisih pemilih mencapai 230.087 orang antara yang ditetapkan KPU dan hasil rapat koordinasi. Atas informasi kerancuan data pemilih tersebut, tidak ada keterangan resmi dari peserta rapat konsultasi.
Jumlah pemilih ini bertambah 196.775 orang dari daftar pemilih yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) 24 November 2008. Tentang hal ini Hafiz mengakui bahwa daftar pemilih dalam negeri mengalami perubahan menjadi bertambah 230.820 orang. Sebanyak 10 provinsi mengalami penurunan jumlah pemilih, sedangkan sisanya bertambah. Sembilan provinsi yang mengalami pengurangan jumlah pemilih adalah Kepulauan Riau, Jambi, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Papua. Sedangkan pemilih di luar negeri berkurang 34.045 orang. Pengurangan ini, kata Hafiz, terjadi karena banyak warga negara Indonesia kembali ke tanah air. “Di sejumlah negara juga banyak warga negara kita terkena imbas pengurangan jumlah pegawai,” katanya.
Hafiz menjanjikan, perubahan ini hanya berlangsung sekali. Komisi tak akan mengubah lagi daftar pemilih tetap untuk pemilihan anggota legislative, yang menjadi masalah kemudian, jika perubahan ini hanya berlangsung sekali, tapi ternyata masih ada warga yang mempunyai hak untuk memilih tapi belum tercatat, maka warga tersebut akan kehilangan haknya. Jika warga yang kehilangan haknya tetap menuntut dan bertindak anarkhis, maka konflik tidak dapat terelakkan.
Ada di Jawa Tengah dan Timur
Masalah keberadaan daftar pemilih bermasalah diakui juga oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum. Melalui anggota Badan Pengawas, Bambang Eka Cahya Widodo, Banwaslu menyatakan terdapat masalah daftar pemilih tetap untuk pemilihan legislator di Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Permasalahan cukup signifikan terjadi di dua provinsi ini.
Bambang mencontohkan di Trenggalek, Jawa Timur. Di sana terdapat 6.115 pemilih dengan nomor induk kependudukan sama, 4.960 pemilih memiliki nomor induk dan nama sama, serta 4.397 memiliki nomor induk, nama, dan tempat-tanggal lahir yang sama.
Kondisi itu, kata Bambang, dilaporkan oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum setempat. Badan Pengawas akan menemui Komisi Pemilihan siang ini untuk menyampaikan data tersebut.
Menurut Bambang, Komisi Pemilihan masih bisa menyisir daftar pemilih tetap. Waktu yang tersedia hingga 9 April, kata dia, masih cukup untuk menyisir daftar tersebut. "Komisi Pemilihan harus bisa mengurangi potensi kecurangan akibat kelemahan daftar pemilih," katanya.
Panwaslu Provinsi Jawa Tengah (Jateng) sendiri mengakui telah menemukan sekitar 66.917 pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah. Anggota Panwaslu Jateng, Rahmulyo Adiwibowo, di Semarang, Rabu (1/4), mengatakan, permasalahan yang ditemukan, antara lain disebabkan tidak ada nomor induk kependudukan (NIK), DPT ganda dan pemilih yang telah meninggal dunia.
Selain itu, terdaftar sebagai anggota TNI/Polri, di bawah umur, terdaftar di DPS tetapi tidak terdaftar di DPS, pindah alamat, alamat fiktif, tidak dikenal dan sakit jiwa. “Puluhan ribu DPT bermasalah ini ditemukan oleh Panwas ditingkat Kabupaten/Kota,” kata Rahmulyo saat ditemui di sela-sela rapat kerja dengan Panwas Kabupaten/Kota se Jateng.
Rincian DPT bermasalah tersebut meliputi, DPT ganda sebanyak 14.168 pemilih, terdaftar sebagai TNI sebanyak 255 pemilih, sebagai anggota Polri 141 pemilih, di bawah umur 714 pemillih, meninggal 16.259 pemilih, terdaftar di DPS tetapi tidak ada di DPT 931 pemilih.
Selain itu, ada pula pemilih yang dinyatakan sakit jiwa namun masuk dalam DPT berjumlah 85 pemilih, tidak ada NIK 28.715 pemilih, pindah alamat 3.904 pemilih, alamat fiktif 1.329 pemilih, dan tak dikenal 416 pemilih.
“Data ini hanya bersifat sementara,” katanya.
Berdasarkan surat edaran KPU Pusat, persoalan pengecekan maupun penilitian DPT yang akan digunakan pada pemilu legislatif 2009 harus selesai paling lambat 31 maret 2009. “Tetapi hari ini (1/4) kami anggap yang terakhir untuk persoalan DPT,” papar Rahmulyo.
Langkah selanjutnya yang akan ditempuh Panwas, adalah melakukan pengawasan dalam proses validasi pemilih. “Jika KPU terkendala hingga hari pemungutan suara, maka akan kita lakukan adalah optimalisasi pengawasan oleh petugas pengawas lapangan (PPL) di tingkat kelurahan terhadap petugas KPPS dalam memberikan surat undangan pemilih kepada masyarakat pemilih,” ujarnya.
Selain itu, Panwas juga akan mengirimkan surat kepada KPU Kabupaten/Kota terhadap validasi daftar pemilih yang bermasalah dengan mencamtumkan nomor TPS dan kelurahannya, sehingga KPU Kabupaten/Kota mudah mengecek dan melakukan penelitian.
Menyinggung soal pembentukan dewan kehormatan, pihaknya menyatakan, persoalan ini tidak menyangkut persoalan kelalaian tetapi hanya menyangkut administrasi teknis di lapangan sejak penyusunan daftar penduduk potensial pemilih (DP4) hingga ditetapkan menjadi DPT.
“Kami juga belum melihat adanya kelalaian dari KPU,” ujar Rahmulyo.
Hanya saja, Panwas juga mendapat banyak laporan dari masyarakat yang menyatakan tidak terdaftar dalam DPS maupun DPT. “Menurut UU, sesorang yang dapat menggunakan hak pilih memang harus terdaftar dalam DPT,” katanya. AD

Data Jumlah Pemilih di 33 Provinsi
1. Nanggroe Aceh Darussalam: 3.009.965 orang
2. Sumatera Utara: 9.180.973 orang
3. Sumatera Barat: 3.155.148 orang.
4. Riau: 3.366.383 orang
5. Kepulauan Riau: 1.131.676 orang
6. Jambi: 2.086.780 orang
7. Sumatera Selatan: 5.192.693 orang
8. Bengkulu:1.214. 171 orang
9. Lampung: 5.351.733 orang
10. Bangka Belitung: 782.255 orang
11. DKI Jakarta: 7.026.772 orang
12. Jawa Barat: 29.002.479 orang
13. Jawa Tengah: 26.190.629 orang
14. Daerah Istimewa Yogyakarta: 2.751.761 orang
15. Jawa Timur: 29.514.290 orang
16. Banten: 6.581.587 orang
17. Bali: 2.667.065 orang
18. Nusa Tenggara Barat: 3.135.420 orang
19. Nusa Tenggara Timur: 2.760.518 orang
20. Kalimantan Barat: 3.154.887 orang
21. Kalimantan Tengah: 1.506.244 orang
22. Kalimantan Selatan: 2.478.976 orang
23. Kalimantan Timur: 2.349.862 orang
24. Sulawesi Utara: 1.679.814 orang
25. Sulawesi Tengah: 1.658.693 orang
26. Sulawesi Selatan: 5.630.977 orang
27. Sulawesi Barat: 753.203 orang
28. Sulawesi Tenggara: 1.487.818 orang
29. Gorontalo: 688.272 orang
30. Maluku: 1.020.421 orang
31. Maluku Utara: 691.863 orang
32. Papua: 2.064.532 orang
33. Papua Barat: 521.735 orang

Jumlah Pemilih Dalam Negeri = 169.789.593 orang
Jumlah Pemilih Luar Negeri = 1.475.847 orang
Jumlah Pemilih = 171.265.442 orang
Jumlah Tempat Pemungutan Suara Dalam Negeri: 519.047
Jumlah Tempat Pemunguran Suara Luar Negeri: 873
Jumlah Tempat Pemungutan Suara: 519.920

Sumber: Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum No 164/Kpts/KPU/ Tahun 2009 tanggal 7 Maret 2009 tentang Rekapitulasi Badan Pelaksana dan Daftar Pemilih Tetap dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota tahun 2009.

Krisis Nuklir Dunia

Beberapa hari yang lalu, Korea Utara telah mengeluarkan statement yang mengklaim keberhasilannya dalam melakukan uji coba nuklir, meskipun pada waktu yang bersamaan sebenarnya Korea Utara telah mendapat tekanan dari dunia international agar Korea Utara segera meninggalkan program persenjataan nuklirnya.
Ledakan kuat atas uji coba nuklir tersebut disinyalir terjadi di sebuah fasiltas bawah tanah di Provinsi Hamgyong Utara, Korea Utara. Berbagai ahli analisis pertahanan mempercayai bahwa Korea Utara tidak mungkin mempunyai kemampuan untuk dapat melakukan hal tersebut, tetapi sepertinya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Korea Utara hanya sekedar melakukan gertakan politik. Para pemimpin dunia mengutuk keras tindakan Korea Utara tersebut, karena apa yang dilakukannya dianggap telah mengancam ketentraman dan stabilitas keamanan.
Belum lama pula, tepatnya pada bulan Juli tahun ini, Korea Utara juga telah melakukan uji coba tujuh buah misilnya, termasuk satu kali kegagalan terhadap misil jarak jauh Taepodong-2 yang dapat menjangkau wilayah Amerika Serikat. Itulah sebabnya, di samping telah membuka episode baru yang berbahaya dalam pengembangan senjata nuklir, uji coba yang dilakukan oleh Korea Utara dianggap telah mewujudkan ancaman yang serius bagi Amerika Serikat dan sekutunya. Al hasil, petinggi garis keras di Washington telah merencanakan untuk menggunakan “pre-emptive attack” terhadap tempat-tempat pembuatan nuklir di Korea Utara dalam jangka waktu dekat ini andai saja uji coba itu dianggap telah dan akan menimbulkan ancaman.
Sekalipun motif dalam menggunakan “pre-emptive attack” memiliki tujuan yang baik, tetapi bagaimanapun juga, memberikan legitimasi dengan menyebutnya sebagai hak bagi setiap negara untuk menggunakan “pre-emptive attack” sebagai tindakan membela diri, maka hal tersebut sama saja degan memberikan perizinan pada Negara lainnya yang nantinya tidak mungkin lagi dapat dikendalikan.
Selain itu, hal tersebut juga akan memberikan kesempatan luas untuk melegitimasi penyerangan yang membabi-buta secara bersama-bersama oleh negara adikuasa guna menghancurkan negara-negara yang lebih lemah di dunia ini. Dimana tindakan ini secara tidak langsung akan melanggar ketentuan Piagam PBB yang nyata-nyata mendahului tindakan masyarakat internasional, padahal setiap tindakan haruslah terlebih dahulu diputuskan melalui melalui instrumen Dewan Keamanan PBB.
Oleh karenanya, China dan beberapa negara lainnya merasa enggan untuk memberikan dukungan penuh terhadap sanksi ekonomi kembali yang akan dijatuhkan oleh PBB terhadap klaim keberhasilan uji coba nuklir Korea Utara, sebab draft sanksi tersebut sepenuhnya dibuat oleh Amerika Serikat. Mereka tidak mengharapkan Pyongyang akan mengambil langkah keras dengan tindakan balasan yang justu dapat memperburuk hubungan dengan negara-negara disekitarnya apabila sanksi tersebut terkesan dipaksakan.
Dari Iran hingga Korea Utara kemudian sampai dengan Venezuela, mereka mulai membangun strategi anti pemimpin-pemimpin negara barat guna memberikan ancaman di tengah-tengah menguatnya harga minyak dunia atau sekedar untuk memperlemah jangkauan militer Amerika Serikat dengan cara mengurangi daya pengaruh publik terhadap dukungan atas penggunaan “pre-emptive action” oleh kekuatan militer Amerika Serikat dan sekutunya.
Tentu saja kita setuju menolak keras tindakan pengembangbiakan nuklir sebagai senjata yang akan digunakan untuk menghancurkan. Akan tetapi kita juga sudah sepatutnya keras terhadap Amerika, Inggris, dan negara maju lainnya yang mengingkan negara-negara lainnya untuk menghentikan pembuatan senjata nuklir, agar mereka sendiri dapat bertindak adil pada beberapa Negara di dunia. Jika Amerika dan sekutunya ingin menjadi pemimpin didunia, maka seharusnya dapat memimpin dengan memberikan contah terlebih dahulu dalam membina hubungan baik dengan negara manapun, dan bukan justru menciptakan tindakan sebaliknya yang merugikan Negara lain sehingga tercipta suasana saling bermusuhan. AD