01 August 2010

MKGR Perlu Berbenah

Oleh Adhi Darmawan
Peneliti The Habibie Center


Menginjak 1-3 Agustus 2010, ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), menggelar Musyawarah Besar ke-7 di Surabaya, Jawa Timur. Melalui partai Golkar yang dilahirkannya bersama beberapa ormas lain, ormas yang didirikan RH Sugandhi pada 3 januari 1960 ini memiliki peran signifikan dalam panggung perpolitikan Indonesia. Sebagai salah satu ormas yang berhasil melahirkan partai politik sebesar partai Golkar, tentu pula kader MKGR tersebar dalam berbagai struktur pemerintahan baik di pusat maupun daerah.


Gesekan ideologis antara nasionalis dan komunis pada saat kelahiran ormas ini menjadikan kadernya ditempa untuk memiliki karakter wawasan kebangsaan yang kuat, sebuah wawasan yang sangat dibutuhkan untuk mempertahankan NKRI kedepan. Dalam balutan kekuasaan Jendral Besar Soeharto sebagai presiden RI, segenap kader ormas MKGR turut andil memenangkan Golkar dari pemilu 1971 hingga pemilu 1997. Pula mempertahankan partai Golkar pada pemilu 1999 dan pemilu 2004 dengan perolehan suara signifikan. Bagi kader MKGR, keberhasilan ini tentu sangat berarti untuk dapat mempertahankan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber pada Pancasila, UUD Negara Indonesia 1945, NKRI, serta Bhineka Tunggal Ika.


Masa-masa sulit MKGR dirasakan kala memasuki awal reformasi pada tahun 1998. Tepatnya dibawah nahkoda HM. Irsyad Sudiro, MKGR terbelah menjadi dua kubu. Kubu Mien Sugandhi, sang istri pendiri, manjadikan MKGR sebagai partai politik kontestan pemilu, tidak lagi menjadi ormas pendukung Golkar. Sementara Kubu Irsyad Sudiro tetap bertahan sebagai ormas pendukung Golkar. Perbedaan pandangan kedua kubu yang berbuntut perpecahan terjadi hingga sekarang. Terlihat sekali pada pemilihan presiden 2009, ormas MKGR yang berikutnya dinahkodai Priyo Budi Santoso tetap mengusung calon dari Golkar Jusuf Kalla-Wiranto, sedangkan kubu Mien Sugandhi yang kemudian digawangi Letjen TNI (Purn) Soeyono, memihak SBY-Boediono.


MKGR Perlu Berbenah
Ditengah pecahnya MKGR menjadi dua kubu, dewasa ini lingkungan strategis yang mengancam Indonesia juga kian menantang. Kita bisa merasakan nilai-nilai kebangsaan nan kian memudar. Pancasila kian dianggap hanya seperti dogma usang, UUD Negara Indonesia 1945 enggan lagi dijadikan pegangan, konsep NKRI dan Bhineka Tunggal Ika juga serasa banyak penentang. Pada ranah lain, arus globalisasi kian deras, identitas budaya bangsa kian luntur, angka korupsi membumbung tinggi, dan sebagainya. Tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi para kader MKGR, belum lagi turut mewarnai penyelesaian masalah bangsa, jurang perbedaan langkah antara kubu ormas dan kubu partai politiknya-pun kian mendalam.


Hal ini memperlihatkan bahwa pada dasarnya tidak sedikit kader MKGR tengah mengalami krisis nilai. Ajaran Panca Moral dan keteladanan RH. Sugandhi seorang pendiri sebagai tokoh sederhana, merakyat, pejuang keadilan dan kebenaran, pluralis, humanis, anti diskriminasi dan pengayom minoritas nan penuh dedikasi pengabdian tidak lagi secara serentak dan konsekuen diikuti oleh para kader. Padahal Panca Moral ini sangat penting untuk dapat membentengi nilai-nilai kebangsaan ditengah tantangan yang merusak.


Setelah lebih dari 50 tahun berdiri, kader ormas MKGR tentu harus mampu berbenah diri, bukan hanya romantisme atas sederet prestasi dan kedudukan yang dapat diraih para pendahulunya. Peran strategis baru kader MKGR perlu selalu diciptakan agar dinamika organisasi pada ruang non politik dapat tumbuh berkembang. Setidaknya ada dua langkah dasar guna melakukan pembenahan agar MKGR kedepan dapat tampil sebagai ormas besar nan kian membanggakan. Pertama, kesadaran bersatu dua kubu yang berbeda langkah pada tahun 1998 untuk menjadi satu ormas. Kedua, upaya revitalisasi peran sosial.


Kedua kubu MKGR, baik ormas maupun yang telah menjadi partai MKGR, sudah selayaknya merintis jalan bersatu menjadi satu ormas. mengingat pula partai MKGR tidak lagi menjadi kontestan pemilu. Langkah ini tentunya sangat berat dilakukan, hanya saja jika setiap pribadi kader mampu meneladani ajaran RH. Sugandi, niscaya aka nada jalan keluar untuk dapat bersatu. Bagi ormas MKGR yang menolak menjadi partai politk, upaya untuk revitalisasi peran sosial juga perlu dilakukan. Dalam wilayah politik, tetap sesuai dengan komitmen bahwa kader ormas MKGR akan menyalurkan aspirasi politiknya melalui partai Golkar yang didirikannya. Hal ini penting agar MKGR mampu melaksanakan fungsi-fungsi non politik seperti pendidikan, ekonomi, serta sosial budaya. Dimana pada tujuan maupun program kerjanya, MKGR mengklaim didukung sejumlah ormas pengusaha kecil, pekerja, mahasiswa hingga waria. Sebagaimana yang telah dilakukan para pendirinya dalam upaya menghimpun masyarakat sesuai dengan fungsi dan profesinya, serta menyalurkannya secara konstitusional.


Dalam munas ormas MKGR pada tahun 2010 ini, siapapun terpilih menjadi sang nahkoda, terpenting mampu melakukan revitalisasi peran sosial ormas MKGR. Dinamika peran sosial ini perlu terus dijaga, sehingga ormas MKGR bukan hanya milik para politisi yang hanya akan bergerak menjelang pemilu, tapi mengembalikan ormas MKGR ke hati rakyat. Dengan langkah ini, ormas MKGR akan semakin menancap dihati rakyat. Dukungan dan rasa kepemilikan rakyat ini penting untuk menjaga eksistensi ormas, dus kebesaran partai Golkar ditengah persaingannya dengan partai lain dalam berebut hati rakyat.