19 December 2008

Bom Waktu Holocaust


Oleh Adhi Darmawan

Selama hampir enam tahun Perang Dunia II berkecamuk, dari mulai tanggal 1 September 1939 sampai dengan 14 Agustus 1945. Adolf Hitler, diktator nazi saat itu, ingin menjadikan bangsa Jerman dapat menguasai dunia. Konon dalam peristiwa tersebut, Hitler melakukan pemusnahan orang-orang Yahudi dari muka bumi ini secara besar-besaran. Inilah yang sampai sekarang orang sebut dengan Holocoust.
Dalam rangkaian cerita Holocoust, untuk menyiksa musuh-musuhnya, Hitler membangun banyak camp konsentrasi di seluruh benua Eropa yang kemudian para perempuan, laki-laki sampai dengan anak-anak Yahudi diusir dari rumah mereka dan dikirim ke camp tersebut. Lebih dari lima puluh ribu orang mati dengan mengerikan. Hitler sempat juga memutus rantai ekonomi Jerman dari para predator internasional yang menganut kapitalisme-dan melakukan barter secara bebas antar negara yang menolak untuk masuk perangkap utang yang utamanya dikendalikan oleh lembaga keuangan internasional Yahudi.

Ketika Perang Dunia II berakhir pada tanggal 15 Agustus 1945, seluruh dunia banyak yang berusaha mencari tahu tentang pembunuhan masal atau pemusnahan suatu ras dalam sejarah umat manusia yang terjadi di camp konsentrasi tersebut.
Sekalipun oleh beberapa negara didunia Holocoust hanyalah sebuah mitos, sebagian negara di Eropa bersikeras memandang bahwa Holocoust adalah peristiwa yang benar-benar ada, dimana dalam Holocoust jutaan warga Yahudi tak berdosa telah dibunuh oleh Hitler pada Perang Dunia II. Oleh karena itu, beberapa Negara di dunia yang mendukung kebenaran dari mitos ini mendukung agar bangsa Yahudi diberikan sebagian wilayah untuk membangun Negara.

Sampai sekarang, kebenaran dari kisah Holocoust sendiri masih Pro dan Kontra, hal ini merupakan dampak dari sikap negara-negara Eropa, terutama Amerika Serikat, yang sangat tertutup tentang Holocoust, beberapa negara- negara Eropa memenjarakan setiap orang yang mempertanyakan tiga hal tersebut dan berusaha mengungkap fakta sebenarnya dari Holocoust. Holocoust sepertinya menjadi sangat sakral untuk dikritik ataupun diungkap, sekalipun dalam meja diskusi. Holocoust dilindungi secara legal.

Salah satu negara yang menganggap Holocoust hanyalah sebuah mitos adalah Iran. Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad mengungkapkan bahwa Israel diciptakan atas dasar mitos Holocaust. Dimana Holocaust adalah sebuah kebohongan. Iran adalah satu-satunya negara di mana rakyatnya melihat bahwa Holocaust adalah kebohongan yang di reka-reka.

Ahmadinejad dan barisan pendukung orang yang menolak kebenaran Holocoust menganggap bahwa tiga hal utama yang mendukung kebenaran Holocaust tidak dapat terbukti, sehingga nuansa yang ada dari keberadaan Holocoust lebih kental muatan politisnya dari pada kebenaran sejarah.

Tiga hal utama yang mendukung kebenaran Holocaust tetapi tidak dapat terbukti menurut mereka yang pertama, soal Jerman-Hitler yang secara sistematis memusnahkan Yahudi Eropa. Tidak ada bukti yang kuat untuk klaim ini, yang ada hanyalah perpindahan orang-orang Yahudi. Yahudi Zionis dan Yahudi Jerman tiba di Palestina dengan harta benda mereka. Yahudi lainnya pindah ke luar wilayah Jerman dan Auschwitz pada sebuah kamp tempat transit.

Kedua, soal pembunuhan besar-besaran yang dilakukan di kamar-kamar eksekusi dengan menggunakan gas kimia. Secara teknis, hal itu tidak mungkin terjadi karena waktu yang dibutuhkan sangatlah lama, karena faktanya tidak seorangpun yang menemukan bukti dari kebenaran hal ini.

Ketiga, 6 juta bangsa Yahudi yang dibunuh juga tidaklah terbukti - meskipun pada satu waktu jumlah Yahudi yang dibunuh di Auschwitz kemudian diklaim sebanyak 4 juta orang, tetapi kemudian yang di klaim turun menjadi 1-1,5 juta, dan sekarang malah yang disebut sekitar 500 ribu orang.

Fakta bahwa orang-orang Yahudi dipindahkan ke luar Eropa sampai sangat menderita karena pemindahan itu, dan kemudian di-gas karena Hitler membenci mereka sampai semuanya tewas, menurut Ahmadinejad adalah kebohongan besar.

Mengenai kebenaran dari Holocoust, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad telah mengakui jika Holocoust adalah sebuah kebenaran dan fakta, tiga hal tersebut seharusnya terlebih dahulu harus diungkap.

Nuansa politis yang tampak dari mitos Holocoust, yaitu ketika sekutu yang terdiri dari Inggris, AS, Rusia, dan Perancis menjadi kontrol kekuatan Jerman di Eropa melalui mitos Holocaust. Keinginan Jerman untuk menjadi yang dominan di Eropa berhasil dikendalikan Negara persekutuan itu. Pemusnahan bangsa Jerman dari Jerman dilakukan terhadap bangsa Jerman yang pernah menjadi bagian dari Nazi dan mereka yang tidak mempercayai adanya Holocaust.

Adanya pembasmian orang Jerman sebagai sebuah etnis di Negara Jerman. Banyak dilihat orang Jerman sendiri sebagai Holocaust-nya orang Jerman yang dilakukan dengan dalih multikulturalisme, di mana orang-orang Jerman digantikan oleh orang-orang dari seluruh belahan dunia. Orang Jerman bukan lagi tuan rumah di negerinya sendiri. Ini sama dengan jika warga Kurdi dan Turki yang datang ke Iran berhasil mengambil alih pemerintahan.

Reaksi histeris para pemimpin dunia akan pernyatan Ahmadinejad yang mengkritik Holocoust, mengindikasikan bahwa Zionis memiliki kekuatan baik secara individual maupun di pemerintahan-pemerintahan. Di negara-negara Eropa, Yesus, Bunda Maria dan sebagainya boleh dikritik ataupun dihina, akan tetapi Yahudi dan 'Holocaust'nya tidak boleh dikritisi, Holocaust pun sangat disakralkan melebihi agama.

Beberapa orang lainnya juga sudah menerbitkan laporan serupa. Fritjof Meyer- dari kelompok sayap kiri di Jerman- menyatakan bahwa Auschwitz itu sendiri bukan sebuah kamp pembunuhan atau peng-gas-an, tapi pembunuhan dengan menggunakan gas beracun itu terjadi di dua rumah di tanah pertanian di luar kamp Auschwitz-Birkenau. Sampai detik ini, tidak seorangpun yang menemukan sisa-sisa rumah di tanah pertanian itu.

Sekarang, perkembangan warga dunia semakin berani berbicara tentang Holocoust. Warga dunia sudah mulai banyak yang menantang, jika Holocaust itu benar, maka harus dibuktikan di pengadilan. Di Jerman penentangan itu dianggap sebagai hasutan dan bisa terkena tuduhan pelanggaran rasial. Kontroversi ini juga menimbulkan masalah antara negara Jerman dengan Turki, ketika Jerman menuntut seorang penulis Turki yang dengan berani mengungkapkan tentang Armenian 'Holocaust', sebagai sebutan atas peristiwa pembantaian di Turki.

Ahmadinejad Tampil Beda

Lahir di Garmasar, tak jauh dari Teheran pada 1956, Ahmadinejad tak banyak dikenal dunia luar kecuali ketika menduduki kursi walikota Teheran pada 2003. Dari latar belakang akademis, ia mengantongi gelar doktor untuk bidang transportasi dan manajemen lalu lintas dari Universitas Teheran.

Mahmoud Ahmadinejad, sejak terpilih sebagai presiden Iran Juni lalu, istilah ''kontroversi'' seolah melekat dengan Ahmadinejad. Dari penampilan saja, Ahmadinejad memang beda. Jika para pemimpin negeri mulah ini tampil berbalut jubah khas Iran, Ahmadinejad lebih suka mengenakan setelan jas sederhana tanpa dasi.

Belum lagi soal pemikiran, Ahmadinejad punya pandangan sendiri mengenai Israel. Dunia bahkan sempat menengok ke arahnya gara-gara komentar yang anti-Israel pada Oktober silam. Negeri Zionis itu disebutnya sebagai tumor bagi kawasan Timur Tengah, sehingga harus dihapuskan dari peta dunia.

Dalam pandangan Ahmadinejad, Eropalah --khususnya Jerman dan Austria-- yang membantai jutaan warga Yahudi. Karenanya kaum Yahudi, katanya, bukan malah menduduki Yerusalem, mencaplok tanah dan membunuhi rakyat Palestina.

Dapat ditebak, masyarakat internasional langsung bereaksi keras atas pernyataan ini. Mulai dari Israel, Amerika Serikat (AS), Jerman, hingga Rusia yang selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki kedekatan diplomatik dengan Iran. Dari dalam negeri, para reformis menyerang Ahmadinejad dan menyebut pernyataannya itu telah merusak citra Iran. ''Pernyataan presiden telah menghancurkan citra negara yang besar ini,'' kata Ahmad Zeidabadi.

Bahkan politikus senior seperti mantan perdana menteri Malaysia, Mahathir Mohamad ikut turun tangan. Bedanya, Mahathir hanya meminta Ahmadinejad menahan diri dan sabar. Pernyataan seperti itu, kata Mahathir sebagaimana dikutip kantor berita pemerintah Malaysia, Bernama, hanya memberikan amunisi baru bagi musuh-musuh Iran. Bisa dipahami, jika Mahathir memberikan nasehat seperti itu.
Mahathir sendiri selama ini dikenal sebagai tokoh yang kritis kepada Israel. Oktober 2003, menjelang lengser dari kursi kekuasaan, Mahathir mengagetkan dunia internasional dengan mengatakan Yahudi menguasai dunia melalui kaki tangannya.

Dunia Arab menunjukkan reaksi yang biasa dan sebagian menyatakan bisa menerima pernyataan Ahmadinejad. Begitu pula dengan sejumlah pakar politik internasional yang memahami konstelasi politik Timur Tengah, khususnya Iran. Pengamat politik lainnya menilai pernyataan itu lebih disebabkan karena Ahmadinejad kurang memiliki pengalaman politik internasional yang cukup. Tidak dapat dipungkiri, politik membutuhkan kesantunan dan diplomasi untuk mengemas hal yang sebenarnya.

Namun pakar politik dari teheran, Mahmoud Alinejad, menilai apa yang dikatakan Ahmadinejad bukanlah kalimat yang keluar begitu saja sebagai hasil dari kesalahan politis melainkan sebagai bagian dari sebuah strategi politik Iran.

''Pernyataan bernada menyerang adalah strategi terbaik bagi Iran,'' kata Alinejad. ''Ada pendapat umum dalam sistem Barat yang baku bahwa Iran merupakan sumber kesulitan ... Dengan mengeluarkan pernyataan seperti itu, Iran bisa memaksa AS mengambil langkah yang lebih serius dan memainkan peranannya lebih dalam aspek keamanan di Timur Tengah,'' lanjutnya.

Hal senada juga dikatakan Mustafa Alani, pakar kajian keamanan dan kestabilan politik Gulf Research Center di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) dan anggota parlemen Iran dari kubu garis keras, Emad Afrouq. Alani mengatakan, pernyataan itu merupakan strategi Ahmadinejad untuk terus memelihara sentimen anti-Israel di Timur Tengah dan menunjukkan betapa Ahmadinehad masih sangat mengagungkan Revolusi 1979.

''Presiden yakin, dengan menyerang Israel secara verbal adalah cara terbaik di luar kebijakan politik yang rasional dan sopan,'' kata Alani. Sementara Afrouq menyatakan keyakinannya bahwa yang dikatakan Ahmadinejad adalah hasil konsultasinya dengan pemimpin Iran lainnya, termasuk pemimpin spiritual, Ayatullah Khamenei.

''Pernyataan itu adalah bagian dari strategi untuk tetap mempengaruhi opini internasional mengenai penjajahan Israel atas tanah dan rakyat Palestina. Bukan sebagai dasar bagi pengerahan sebuah kekuatan militer ke Israel,'' tegas Afrouq.

Sama dengan pemimpin Iran lainnya, kehidupan pribadinya tak banyak diketahui. Kecuali bahwa ia dikenal karena hidupnya yang sederhana dan sikap kerasnya kepada koruptor. Tak lama setelah terpilih sebagai presiden, Ahmadinejad menolak tinggal di istana kepresidenan dan memilih tetap tinggal di rumahnya sendiri. Ia juga menolak bepergian dengan pesawat kepresidenan, senilai 200 juta dolar AS. Kesederhanaan memang menjadi lambang Ahmadinejad. Saat membuat situs pribadi, ia pun memilih nama Mardomyar, yang berarti sahabat rakyat.

Di Iran sendiri, beberapa waktu lalu telah memulai konferensi untuk memperdebatkan kebenaran Holocaust dan mempertanyakan apakah Nazi Jerman menggunakan kamar gas untuk membunuh 6 juta orang Yahudi selama Perang Dunia II.
Para tamu acara yang diselenggarakan pemerintah tersebut, dengan judul Review of the Holocaust: Global Vision, meliputi orang Barat yang telah meragukan Holocaust --sebagian dari mereka bahkan berasal dari negara yang telah menetapkan sebagai kejahatan tindakan membantah kejadian itu-- serta beberapa orang Yahudi.
"Tujuan konferensi ini bukan untuk membantah atau mengkonfirmasi Holocaust," kata Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki. "Tujuan utamanya ialah untuk menciptakan peluang bagi pemikir yang tak dapat menyampaikan pandangan mereka secara bebas di Eropa mengenai Holocaust."
Konferensi dua hari tersebut di satu lembaga Kementerian Luar Negeri diilhami oleh Presiden Mahmoud Ahamadinejad, yang sejak memangku jabatan pada Agustus 2005 telah mengundang pengutukan internasional dengan menyebut Holocaust sebagai mitos dan menyebut Israel sebagai tumor.
Ahmadinejad ingin mendorong cendekiawan memperdebatkan dan mengkaji keabsahan berdirinya negara Yahudi.
David Duke, warga negara Amerika yang adalah mantan pemimpin Ku Klux Klan, memuji Iran. "Harus ada kebebasan berbicara, merupakan skandal bahwa Holocaust tak dapat dibahas secara bebas," katanya. Iran telah menyatakan 67 cendekiawan dari 30 negara berencana menghadiri pertemuan tersebut.
Sementara itu Israel, Amerika Serikat dan seorang pemimpin masyarakat Yahudi Iran sendiri --yang berjumlah 25.000 orang-- mengutuk konferensi itu. Perdana Menteri Israel Ehud Olmert menyebutnya fenomena memuakkan yang memperlihatkan dalamnya kebencian rezim Iran. Departemen Luar Negeri AS pekan lalu mencela pertemuan tersebut sebagai mengecilkan hati. Moris Motamed, satu-satunya wakil Yahudi di parlemen Iran, menggambarkannya sebagai penghinaan besar. Konferensi tandingan diselenggarakan di Berlin, yang didukung pemerintah Jerman, untuk memprotes pertemuan di Teheran itu. Membantah atau meragukan Holocaust tak dapat dibiarkan berlalu tanpa komentar. Kita harus melakukan apa yang dapat kita laksanakan guna menghadapi ini, sebelum itu mulai bergulis di dalam masyarakat kita," kata Thomas Krueger, pemimpin Lembaga Federal bagi Pendidikan Masyarakat, dalam pertemuan di Berlin.
Banyak warga biasa Iran mengaku malu mengenai pertemuan Teheran, yang dilakukan menyusul keputusan Iran untuk mengadakan kompetisi membuat kartun mengenai Holocaust pada Oktober.
Salah seorang dari penulis Prancis, Georges Thiel, yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan Prancis karena menyebarkan teori revesionis mengenai pembunuhan massal orang Yahudi, mengatakan Holocaust adalah dusta besar. "Orang Yahudi telah dihukum, itu benar, mereka telah dideportasi, itu juga benar, tapi tak ada mesin pembunuhan di kamp mana pun --tak ada kamar gas," katanya di Teheran.
Semangat Ahmadinejad dan pandangan mayoritas warga Iran yang menolak kebenaran Holocaust, ternyata bukan berarti dalam Internal negara Iran sendiri sartu suara. Seorang mantan pejabat senior pemerintah Iran, yang tak ingin disebutkan jati dirinya mengatakan, menjadi tuan rumah konferensi itu tak bijaksana, mengingat tekanan diplomatik yang dihadapi Iran sehubungan dengan program nuklirnya. "Konferensi semacam itu mestinya tak diadakan," katanya.
Seorang Arab Israel yang mendirikan tempat peringatan pertama dalam masyarakatnya mengenai Holocaust mengatakan Iran menolak untuk mengizinkan dia datang. Iran tak memberi visa kepada pemegang pasport Israel atau siapa pun yang di pasportnya terdapat stempel visa Israel. "Saya kecewa karena saya ingin menghadiri konferensi tersebut dan menghadapi mereka yang menolak Holocaust telah terjadi," kata pengacara Khaled Mahameed melalui telepon.

Imbas Salah Atur


Oleh Adhi Darmawan


“Bukan lautan tapi kolam susu, kail dan jala yang menghidupimu. Tiada ombak tiada badai kau temui, ikan dan hujan menghampiri dirimu. Orang bilang tanah kita tanah syurga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman…”

Ya, setidaknya begitulah syair lagu Koes Plus yang masih santer terdengar hingga tahun 80-an. Sekalipun hanya sebuah lagu, tapi syair tersebut benar-benar dapat membantu memberi gambaran suasana Indonesia pada waktu itu yang konon gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo. Sayangnya, lagu koes Plus tersebut sekarang jarang terdengar, mungkin juga karena isi dari syair tersebut tidak lagi sesuai dengan realitas Indonesia saat ini.

Akhir-akhir ini, banyak petani dan nelayan sendiri yang seharusnya dapat menghasilkan pangan dan lauk pauk malah susah makan (kalau tidak mau disebut kelaparan), seperti kasus di Yahukimo (Papua), Brebes (Jateng), dll. Laut tidak lagi menjadi sahabat masyarakat Indonesia, tetapi menjadi ancaman yang setiap saat dapat merenggut kehidupan manusia, sehingga masyarakat beramai-ramai menjauhi laut. Hutan bukan lagi menjadi tempat tersimpannya keanekaragaman hayati, tetapi berubah menjadi tempat yang rawan menyebabkan banjir, longsor dan sumber kebakaran. Alat transportasi bukan lagi menjadi alat yang membantu memberi kemudahan dan kenyamanan dalam bepergian, tetapi alat yang digunakan karena terpaksa untuk menghemat waktu tempuh dengan penuh kekhawatiran. Petani bukan lagi menjadi profesi pilihan masyarakat, tetapi profesi yang digeluti orang dengan keterpaksaan dan imej bagi profesi orang ayng berpendidikan rendah dan terbelakang, sehingga para petani berbondong-bondong memasuki kota dan menjauhi sawah. Semua ini sungguh merupakan ironi dan tak berbanding lurus dengan hakekat demokrasi.

Pemerintahan saat ini, terlihat masih lebih banyak gerak dalam tataran wacana dan kurang tindakan konkret. Mungkin ini karena bias dari efek transisi demokrasi yang belum menemukan face sejatinya secara utuh, masih bermetamorfosis. Dipenghujung tahun 2006 yang telah kita lewati, banyak hal yang belum selesai dikerjakan dan masih sebatas wacana. Tahun 2006 ditutup dengan perdebatan wacana yang hangat tentang poligami. Apapun motif pemerintah dalam menggelindingkan wacana poligami, yang pasti, bangsa yang lapar memerlukan makan, bangsa yang menganggur memerlukan pekerjaan, bangsa yang bodoh memerlukan pendidikan dan bangsa yang sakit memerlukan obat, tidak mementingkan masalah poligami.

Anehnya reformasi birokrasi yang diyakini dapat membawa perbaikan sampai sekarang belum menjadi kebijakan yang kongret, hilang tertutup wacana poligami. Sekitar 8 (delapan) trilyun APBN setiap bulan habis dikeluarkan pemerintah untuk membayar pensiunan PNS. Anggaran birokrasi dan militer dinaikan, padahal pos lain yang lebih urgent juga banyak kekurangan anggaran. Penggunaan APBN secara efektif dan efisien tidak sampai secara massif menjadi kebijakan. Korupsi masih marak terjadi. Kebijakan yang diambil pemerintah untuk menutup kekurangan Pendapatan Negara menjadi budaya setiap Presiden berkuasa sampai sekarang dengan menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Kesejahteraan yang diperoleh birokrasi dan militer tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan petani, nelayan, pengusaha dan profesi diluar pemerintahan lainnya. Dampaknya, lagi-lagi laut, sawah, hutan dsb ditinggalkan karena masyarakat berduyun-duyun ingin menjadi pegawai negeri. Yang sudah jadi pengusaha dengan penghasilan besar-pun akhirnya beramai-ramai beralih profesi menjadi politisi dengan iseng hitung-hitung bermain catur dan berinvestasi. Dari rentetan masalah bangsa kita yang sangat banyak sekali, andaikata pemerintah adalah dokter, saya berpikir bisa jadi pemerintah salah mendiagnosa penyakit, salah memberikan resep, sehingga salah pula memberikan obat dan salah langkah dalam menangani pasien (mall praktek). Memang pemerintah bukan dokter tapi pemerintah mempunyai kewenangan untuk membuat kebijakan dan membawa kemana tatanan Negara ini akan dikelola dan diatur. Sehingga masalah yang ada saat ini bisa jadi imbas dari salah atur. Wallahualam.

MERENCANAKAN KARIER SEJAK DINI


Oleh Adhi Darmawan

Pekerjaan (occupation, vocation, career) merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia dewasa yang sehat, di mana pun dan kapan pun mereka berada. Betapa orang akan merasa sangat susah dan gelisah jika tidak memiliki pekerjaan yang jelas, apalagi kalau sampai menjadi penganggur. Demikian pula banyak orang yang mengalami stres dan frustrasi dalam hidup ini karena masalah pekerjaan. Penelitian Levinson (dalam Isaacson, 1985) menunjukkan bahwa komponen terpenting dari kehidupan manusia dewasa adalah: (1) keluarga, dan (2) pekerjaan. Dua komponen tersebut sangat menentukan kebahagian hidup manusia, sehingga tidak mengherankan jika masalah pekerjaan dan keluarga praktis menyita seluruh perhatian, energi, dan waktu orang dewasa.

Menurut Herr dan Cramer (dalam Isaacson, 1985) pekerjaan memiliki peran yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan ekonomis, sosial, dan psikologis. Secara ekonomis orang yang bekerja akan memperoleh penghasilan/uang yang bisa digunakan untuk membeli barang dan jasa guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Secara sosial orang yang memiliki pekerjaan akan lebih dihargai oleh masyarakat daripada orang yang menganggur.

Secara social orang yang bekerja mendapat status sosial yang lebih terhormat daripada yang tidak bekerja. Lebih jauh lagi orang yang memiliki pekerjaan secara psikologis akan meningkatkan harga diri dan kompetensi diri. Pekerjaan juga dapat menjadi wahana yang subur untuk mengaktualisasikan segala potensi yang dimiliki individu.

Pekerjaan tidak serta merta merupakan karier. Kata pekerjaan (work, job, employment) menunjuk pada setiap kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa (Isaacson, 1985); sedangkan kata karier (career) lebih menunjuk pada pekerjaan atau jabatan yang ditekuni dan diyakini sebagai panggilan hidup, yang meresapi seluruh alam pikiran dan perasaan seseorang, serta mewarnai seluruh gaya hidupnya (Winkel, 1991). Maka dari itu pemilihan karier lebih memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang dari pada kalau sekedar mendapat pekerjaan yang sifatnya sementara waktu.

Mengingat betapa pentingnya masalah karier dalam kehidupan manusia, maka sejak dini anak perlu dipersiapkan dan dibantu untuk merencanakan hari depan yang lebih cerah, dengan cara memberikan pendidikan dan bimbingan karier yang berkelanjutan.

Tahap-tahap Perkembangan Karier
Menurut Ginzberg, Ginsburg, Axelrad, dan Herma (1951) perkembangan karier dibagi menjadi 3 (tiga) tahap pokok, yaitu:

- Tahap Fantasi : 0 – 11 tahun (masa Sekolah Dasar)
- Tahap Tentatif : 12 – 18 tahun (masa Sekolah Menengah)
- Tahap Realistis : 19 – 25 tahun (masa Perguruan Tinggi)

Pada tahap fantasi anak sering kali menyebutkan cita-cita mereka kelak kalau sudah besar, misalnya ingin menjadi dokter, ingin menjadi petani, pilot pesawat, guru, tentara, dll. Mereka juga senang bermain peran (misalnya bermain dokter-dokteran, bermain jadi guru, bermain jadi polisi, dll) sesuai dengan peran-peran yang mereka lihat di lingkungan mereka. Jabatan atau pekerjaan yang mereka inginkan atau perankan pada umumnya masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya dari TV, video, majalah, atau tontonan maupun tokoh-tokoh yang pernah melintas dalam kehidupan mereka. Maka tidak mengherankan jika pekerjaan ataupun jabatan yang mereka sebut masih jauh dari pertimbangan rasional maupun moral. Mereka memang asal sebut saja pekerjaan yang dirasa menarik saat itu. Dalam hal ini orang tua dan pendidik tidak perlu cemas atau pun gelisah jika suatu ketika anak ternyata menyebut atau menginginkan pekerjaan yang jauh dari harapan orang tua atau pun pendidik. Dalam tahap ini anak belum mampu memilih jenis pekerjaan/jabatan secara rasional dan obyektif, karena mereka belum mengetahui bakat, minat, dan potensi mereka yang sebenarnya. Mereka sekedar berfantasi saja secara bebas, yang sifatnya sama sekali tidak mengikat.

Tahap tentatif dibagi menjadi 4 (empat) sub tahap, yakni: (1) sub tahap Minat (Interest); (2) sub tahap Kapasitas (Capacity); (3) sub tahap Nilai (Values) dan (4) sub tahap Transisi (Transition). Pada tahap tentatif anak mulai menyadari bahwa mereka memiliki minat dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Ada yang lebih berminat di bidang seni, sedangkan yang lain lebih berminat di bidang olah raga. Demikian juga mereka mulai sadar bahwa kemampuan mereka juga berbeda satu sama lain. Ada yang lebih mampu dalam bidang matematika, sedang yang lain dalam bidang bahasa, atau lain lagi bidang olah raga.

Pada sub tahap minat (11-12 tahun) anak cenderung malakukan pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan hanya yang sesuai dengan minat dan kesukaan mereka saja; sedangkan pada sub tahap kapasitas/kemampuan (13-14 tahun) anak mulai melakukan pekerjaan/kegiatan didasarkan pada kemampuan masing-masing, di samping minat dan kesukaannya. Selanjutnya pada sub tahap nilai (15-16 tahun) anak sudah bisa membedakan mana kegiatan/pekerjaan yang dihargai oleh masyarakat, dan mana yang kurang dihargai; sedangkan pada sub tahap transisi (17-18 tahun) anak sudah mampu memikirkan atau "merencanakan" karier mereka berdasarkan minat, kamampuan dan nilai-nilai yang ingin diperjuangkan.

Pada usia perguruan tinggi (18 tahun ke atas) remaja memasuki tahap reasiltis, di mana mereka sudah mengenal secara lebih baik minat-minat, kemampuan, dan nilai-nilai yang ingin dikejar. Lebih lagi, mereka juga sudah lebih menyadari berbagai bidang pekerjaan dengan segala konsekuensi dan tuntutannya masing-masing. Oleh sebab itu pada tahap realistis seorang remaja sudah mampu membuat perencanaan karier secara lebih rasional dan obyektif. Tahap realistis dibagi menjadi 3 (tiga) sub-tahap, yakni sub-sub tahap (1) eksplorasi (exploration), (2) kristalisasi (chystallization), dan spesifikasi/penentuan (specification).

Pada sub tahap eksplorasi umumnya remaja mulai menerapkan pilihan-pilihan yang dipikirkan pada tahap tentatif akhir. Mereka menimbang-nimbang beberapa kemungkinan pekerjaan yang mereka anggap sesuai dengan bakat, minat, serta nilai-nilai mereka, namun mereka belum berani mengambil keputusan tentang pekerjaan mana yang paling tepat. Dalam hal ini termasuk di dalamnya masalah memilih sekolah lanjutan yang sekiranya sejalan dengan karier yang akan mereka tekuni. Pada sub tahap berikutnya, yakni tahap kristalisasi, remaja mulai merasa mantap dengan pekerjaan/karier tertentu. Berkat pergaulan yang lebih luas dan kesadaran diri yang lebih mendalam, serta pengetahuan akan dunia kerja yang lebih luas, maka remaja makin terarah pada karier tertentu meskipun belum mengambil keputusan final. Akhirnya, pada sub tahap spesifikasi remaja sudah mampu mengambil keputusan yang jelas tentang karier yang akan dipilihnya.

Dalam buku edisi revisinya Ginzberg dkk (1972) menegaskan bahwa proses pilihan karier itu terjadi sepanjang hidup manusia, artinya bahwa suatu ketika dimungkinkan orang berubah pikiran. Hal ini berarti bahwa pilihan karier tidaklah terjadi sekali saja dalam hidup manusia. Di samping itu Ginzberg juga menyadari bahwa faktor peluang/kesempatan memegang peranan yang amat penting. Meskipun seorang remaja sudah menentukan pilihan kariernya berdasar minat, bakat, dan nilai yang ia yakini, tetapi kalau peluang/kesempatan untuk bekerja pada bidang itu tertutup karena "tidak ada lowongan", maka karier yang dicita-citakan akhirnya tidak bisa terwujud.

Tokoh lain yang banyak membahas masalah perkembangan kerier adalah Donald Super. Ia menulis banyak buku yang berkaitan dengan pengembangan karier. Beberapa di antaranya adalah: The Psychology of Career (1957), dan Career and Life Development (1984). Ia juga menyusun beberapa tes untuk menilai tingkat kematangan vokasional, a.l.: Carrer Development Inventory, Career maturity Test, dan Vocational Maturity Test.

Menurut Super perkembangan karier manusia dapat dibagi menjadi 5 (lima) fase, yaitu: (1) fase pengembangan (Growth) yang meliputi masa kecil sampai usia 15 tahun. Dalam fase ini anak mengembangkan bakat-bakat, minat, kebutuhan, dan potensi, yang akhirnya dipadukan dalam struktur konsep diri (self-concept structure); (2) fase eksplorasi (exploration) antara umur 16-24 tahun, di mana saat ini remaja mulai memikirkan beberapa alternatif pekerjaan tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat; (3) fase pemantaban (establishment), antara umur 25 – 44 tahun. Pada fase ini remaja sudah memilih karier tertentu dan mendapatkan berbagai pengalaman positif maupun negatif dari pekerjaannya. Dengan pengalaman yang diperoleh ia lalu bisa menentukan apakah ia akan terus dengan karier yang telah dijalani atau berubah haluan. (4) fase pembinaan (maintenance) antara umur 44 – 65 tahun, di mana orang sudah mantab dengan pekerjaannya dan memeliharanya agar dia bertekun sampai akhir; (5) fase kemunduran (decline), masa sesudah pensiun atau melepaskan jabatan tertentu. Dalam fase ini orang membebaskan diri dari dunia kerja formal.

Pemaparan dua tokoh di atas, Ginzberg dan Donald Super, memberi petunjuk yang jelas bagi kita bahwa karier adalah permasalahan sepanjang hidup. Maka ada pepatah yang mengatakan bahwa karier itu merupakan persoalan sejak lahir sampai mati 'from the birth unto the death' atau 'from the womb to tomb' (dari kandungan sampai kuburan). Sekarang sampailah pada persoalan pokok, yakni bagaimanakah membantu anak-anak untuk sejak dini merencanakan karier mereka di masa depan?

Program Bimbingan Karier di Sekolah Dasar
Pada tahun 1994 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, melalui Direktorat Pendidikan Dasar, telah menerbitkan buku Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan Siswa di Sekolah Dasar dalam rangka pelaksanaan Kurikulum tahun 1994. Dalam buku pedoman itu disebutkan bahwa isi layanan bimbingan di Sekolah Dasar ada tiga, yaitu: (1) bimbingan pribadi-sosial, (2) bimbingan belajar, dan (3) bimbingan karier. Jadi jelaslah bahwa secara formal dan legal program bimbingan karier harus sudah diberikan sejak usia sekolah dasar. Hal ini sangat sesuai dengan teori perkembangan karier dari Ginzberg maupun Donald Super yang telah dibahas terdahulu.

Lebih jauh dijelaskan secara rinci pada buku Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan tersebut mengenai isi bimbingan karier untuk kelas-kelas rendah (kelas 1,2, dan 3) maupun untuk kelas-kelas tinggi (kelas 4,5, dan 6) sebagai berikut:
Isi bimbingan karier untuk kelas-kelas rendah (dikutip dari Pedoman BP-SD, 1994, hal. 16-17)
a) Mengenalkan perbedaan antar kawan sebaya;
b) Menggambarkan perkembangan diri siswa;
c) Menjelaskan bahwa bekerja itu penting bagi kehidupan sesuai dengan tuntutan lingkungan
d) Mengenalkan ketrampilan yang dimiliki siswa;
e) Menjelaskan macam-macam pekerjaan yang ada di lingkungan sekolah;
f) Menggambarkan kegiatan setelah tamat SD;
g) Mengenalkan macam-macam pekerjaan yang dilakukan orang dewasa;
h) Mengenalkan kegiatan-kegiatan yang menarik;
i) Mengenalkan alasan orang memilih suatu pekerjaan, dan bahwa pilihan itu masih dapat berubah;
j) Menjelaskan bahwa kehidupan masa depan dapat direncanakan sejak sekarang;
k) Mengenalkan bahwa seseorang dapat memiliki banyak peran;
l) Menjelaskan bahwa pekerjaan seseorang itu dipengaruhi oleh minat dan kecakapannya,

Isi bimbingan karier untuk kelas-kelas tinggi
(dikutip dari Pedoman BP-SD, 1994, hal.19-20)
a) Menjelaskan manfaat mencontoh orang-orang yang berhasil;
b) Melatih siswa menggambarkan kehidupan di masa yang akan datang;
c) Membimbing diskusi mengenai pekerjaan wanita dan pria;
d) Menjelaskan jenis-jenis ketrampilan yang dikaitkan dengan pekerjaan tertentu;
e) Melatih siswa membayangkan hal-hal yang akan dilakukan pada usia kira-kira 25 tahun kelak;
f) Membimbing siswa tentang macam-macam gaya hidup dan pengaruhnya;
g) Menjelaskan tentang pengaruh nilai yang dianut dalam pengambilan keputusan;
h) Membimbing siswa untuk memperkirakan bahwa meneladan tokoh panutan dapat mempengaruhi karier;
i) Melatih siswa merencanakan pekerjaan apa yang cocok pada masa dewasa;
j) Membimbing siswa berdiskusi tentang pengaruh pekerjaan orang terhadap kehidupan anak;
k) Melatih siswa melihat hubungan antara minat dan kemampuan;
l) Mengenalkan bermacam-macam cara untuk menilai kemajuan prestasi;
m) Mengenalkan macam-macam pekerjaan yang ada di lingkungan sekitar.

Materi bimbingan karier yang disebutkan di atas merupakan sekedar panduan. Guru setempat dapat menggunakannya sebagai acuan yang tetap terbuka untuk disesuaikan dengan situasi kondisi setempat. Sebaiknya contoh-contoh diambil dari lingkungan sekitar yang kongkrit dan mudah ditangkap oleh anak. Materi bimbingan karier sebenarnya dapat disusun sendiri asalkan mempertimbangkan fase-fase perkembangan karier seperti yang dirumuskan oleh Ginzberg dan Donald Super. Selanjutnya untuk tingkat Sekolah Menengah (SLTP dan SMU/SMK) materi bimbingan karier dapat dilihat pada buku pedoman BP untuk jenjang sekolah yang bersangkutan, atau disusun sendiri oleh guru BP yang kompeten.

Pelaksanaan Bimbingan Karier di Sekolah
Setelah memahami materi bimbingan karier yang harus diberikan di SD, maka langkah selanjutnya adalah menentukan waktu, tempat, teknik, dan sistem penilaian Bimbingan Karier.

Mengenai waktu pelaksaan bimbingan karier dapat diintegrasikan dengan jam-jam pelajaran yang sudah ada, atau pun menyediakan jam khusus untuk keperluan bimbingan karier ini. Untuk tingkat SD kiranya lebih praktis jika bimbingan karier diintegrasikan dengan jam-jam pelajaran yang tersedia. Jika cara ini yang dipilih, maka semua guru kelas dan semua guru bidang studi sekaligus menjadi guru bimbingan karier. Dalam setiap pelajaran yang diberikan, guru dapat menyelipkan berbagai macam hal yang berkaitan dengan pekerjaan/jabatan/karier anak-anak di masa mendatang, disesuaikan dengan tahap perkembangan karier anak. Kalau ada tenaga khusus untuk Bimbingan Karier, maka penyediaan jam khusus akan sangat bermanfaat.

Tempat pelaksanaan bimbingan karier dapat di mana saja, misalnya di dalam kelas, di luar ruangan, atau di tempat kerja yang sesuai dengan topik yang yang dibahas. Penentuan tempat juga bergantung pada fasilitas yang dibutuhkan. Jika dibutuhkan gambar-gambar, film, atau video, barangkali lebih cocok menggunakan ruang audio visual kalau memang ada. Atau jika ingin memperkenalkan pekerjaan di sektor industri, maka pabrik menjadi tempat yang mungkin cocok.

Teknik pelaksanaan juga dapat bermacam-macam, secara kelompok atau secara individual, tergantung dari kebutuhan dan tujuan. Dapat jiga dengan cara alih tangan (referal), artinya minta bantuan orang lain yang ahli dalam bidangnya untuk memberikan bimbingan karier. Demikian juga metode dan peralatan yang dibutuhkan disesuaikan dengan topik pembicaraan dan tingkat perkembangan anak.

Sistem evaluasi untuk bimbingan karier dapat dilaksanakan dalam berbagai cara, misalnya: (1) mengevaluasi apakah pelaksanaan Bimbingan Karier sudah sesuai dengan yang direncanakan, (2) apakah tujuan tercapai, (3) apakah terjadi perubahan dalam diri siswa, dan lain-lain.

Pekerjaan merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia, maka perlu direncanakan secara matang. Program Bimbingan Karier bertujuan untuk membantu anak dalam merencanakan karier di masa mendatang, agar karier yang dipilih sungguh sesuai dengan bakat, minat, dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Jika orang memperoleh karier yang tepat, maka hidup orang akhirnya akan bahagia. Dan kebahagiaan adalah tujuan hidup semua orang. Oleh sebab itu bimbingan karier sejak usia dini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tugas pendidikan. (Dbs)

KEMBALINYA MILITER KE POLITIK, SIKAPI DENGAN HATI-HATI

Sampai sekarang ini wacana mengenai perlunya militer di berikan ruang yang lebih luas lagi di parlemen masih banyak di bicarakan orang. Ada yang berpendapat bahwa masuknya militer kedalam panggung politik praktis sah-sah saja sebagai wujud dari demokratisasi. Oleh pihak lain, kembalinya militer ke panggung politik praktis bisa berdampak negative bagi kehidupan poitik kita, karena militer punya pasukan pegang senjata dan belum tuntas melakukan reformasi internalnya.

Dalam sebuah kesempatan saya melakukan obrolan dengan Prof Dr. Indria Samego, salah satu pengamat politik LIPI, berikut petikannya :

Pendapat anda dengan rencana dikembalikanya militer ke panggung politik praktis?
Ya, kembalinya militer ke panggung parlemen itu jangan dilakukan tergesa-gesa karena harus di adakan penelitian terlebih dahulu secara intensif. Penelitian itu harus bertujuan untuk memastikan kesiapan personel militer sendiri jika mereka mempunyai hak politik yang lebih luas dari sekarang ini. Jangan sampai militer mempunyai hak politik yang lebih luas tapi kondisi militer di Indonesia masih seperti sekarang ini. Ini kurang kondusif.

Sebagian orang berpendapat dalam demokrasi yang sempurna, militer dilibatkan juga dalam politik?
Tidak harus seperti itu, sebetulnya militer tidak mempunyai hak politikpun tidak masalah, contohnya di Singapura. Akan tetapi karena di Indonesia ada yang merasa tidak adil jika militer tidak diperlakukan seperti warga sipil dalam dunia politik ya silahkan saja jika usul tersebut dikeluarkan. Walau sebetulnya memang berbeda anatara warga sipil dan militer baik dari tugas dan wewenangnya.

Bagaimana sebaiknya pemerintah menyikapi tuntutan pihak yamg menginginkan kembalinya militer ke panggung politik praktis?
Jika pemerintah ingin lebih meningkatkan hak politik militer dan militer ingin punyai hak politik yang lebih luas dari sekarang ini, maka jangan dilakukan sekarang, yah…mungkin itu dapat direalisasikan minimal pada tahun 2014. Dengan syarat juga antara tahun 2006-2014 ini kita harus jadikan sebagai waktu untuk melakukan penelitian dan melakukan penyesuaian antara lain dengan pendidikan politik pada anggota militer Yang lebih penting lagi juga pemerintah harus bisa melakukan penetralan sifat superioritas perasaan anggota militer sebagai orang yang merasa dirinya paling berjasa terhadap bangsa dan Negara, pahlawan kan tidak semuanya kalangan militer, pada proses perjuangan kemerdekaan dulu malah dari sipil banyak yang menjadi pahlawan. Bela Negarakan juga dilakukan semua pihak, termasuk masyarakat sipil terlibat. Sebagaimana diketahui bahwa sekarang ini masih banyak anggota militer atau purnawirawan yang merasa kebal hukum karena merasa sebagai orang yang pernah berjasa dengan kiprah atau pekerjaannya sebagai pembela negara.Terlebih lagi bahwa militer itu memiliki senjata dan pasukan, atau jika sudah purnawirawan-pun terkadang masih punya perasaan sebagai orang yang pernah memiliki pasukan, maka hak politik militer yang lebih besar dari sekarang ini harus benar-benar di perhitungkan secara matang. Nah fungsi dari langkah-langkah penyesuaian itu diperlukan agar kondisi militer 2014 nanti lebih benar-benar siap dan dewasa jika suatu nanti mempunyai hak yang lebih luas di pangung politik.(Adhi Darmawan)

16 December 2008

Memaknai Bentuk Partisipasi Politik



Oleh Adhi Darmawan

Diantara kita mungkin masih teringat setahun yang lalu, ada sebuah peristiwa gugatan hukum yang dilakukan oleh warga kolong tol Tanjung Priok, Jakarta Pusat. Dalam gugatan tersebut, tiga warga yang mengklaim sebagai wakil dari 24.000 warga atau 5.151 keluarga bekas penghuni kolong tol antara Tanjung Priok dan Penjaringan mengajukan gugatan bersama ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Masing-masing tergugat adalah Wali Kota Jakarta Utara, Wali Kota Jakarta Barat, Gubernur DKI Jakarta, dan Menteri Pekerjaan Umum.
Bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 2008, peristiwa tersebut sudah setahun terjadi. Tiga warga yang mengklaim sebagai wakil dari 24 warga tersebut yaitu Titin Suprihatin dan Andi Kristilo selaku penggugat pertama, yang mewakili kelompok warga yang kehilangan tempat tinggal, tempat tinggalnya rusak, serta harta bendanya dirampas akibat penggusuran. Honium Hamid alias Neon adalah penggugat kedua yang mewakili kelompok yang kehilangan peralatan usaha dan pekerjaan.
Dalam mengajukan gugatannya, tiga orang tersebut didampingi oleh para aktivis dari dua lembaga swadaya masyarakat, yakni Konsorsium Kemiskinan Kota (Urban Poor Consortium/UPC) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Kegiatan pendampingan dua LSM tersebut merupakan bentuk partisipasi politik dengan cara advokasi kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat, tetapi dinilai telah mengabaikan hak-hak warga bekas penghuni kolong tol Tanjung Priok, sehingga memberikan kerugian yang besar bagi warga.
Ada beberapa hal menarik yang dapat kita ambil dari adanya peristiwa gugatan tersebut. Fenomena tersebut merupakan bentuk partisipasi politik kaum miskin kota yang diwakili tiga orang yang mengklaim sebagai wakilnya.
Partisipasi politik merupakan bentuk tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Oleh karena itu, kegiatan itu harus ditujukan, dan mempunyai dampak terhadap pusat-pusat dimana keputusan diambil.
Menurut Gabriel A. Almond, dalam tatanan dunia modern partisipasi politik dapat berbentuk konvensional seperti voting, diskusi politik, dsb. serta dapat juga berbentuk non konvensional seperti demonstrasi, kekerasan, dsb.
Dalam bentuknya yang lebih luas partisipasi politik tidak hanya terbatas pada pemberian suara dalam pemilihan umum, aksi demonstrasi, dan aktif menjadi pegiat partai politik. Keseluruhan dari proses atau tindakan dalam usaha mempengaruhi berjalannya pemerintahan merupakan bentuk dari partisipasi politik, seperti tindakan gugatan untuk menentang sebuah produk dari kebijakan publik yang dilakukan warga bekas penghuni kolong jembatan tol Tanjung Priok tersebut.
Bentuk partisipasi politik yang konvensional seperti pemberian suara dalam pemilu, diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan, komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif merupakan bentuk partisipasi politik yang normal.dalam demokrasi modern.
Selain ada bentuk yang non-konvensional legal seperti petisi, demonstrasi dsb, adapula bentuk partisipasi politik non konvensional ilegal seperti tindakan penuh kekerasan dan revolusioner. Kasus gugatan yang ditunjukan oleh warga bekas penghuni kolong jembatan tol Tanjung Priok tersebut merupakan bentuk partisipasi politik yang non konvensional legal.
Almond juga menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan seseorang dalam berpartisipasi politik, antara lain pendidikan tinggi, status sosial ekonomi, keanggotaan dalam partai politik.
Senada dengan Almond, Samuel P. Huntington dan Joan Nelson mengatakan bahwa di banyak negara, orang yang berpendidikan tinggi telah diakui sangat mempengaruhi partisipasi politik, hal ini bisa jadi karena pendidikan tinggi bisa memberikan informasi tentang politik dan persoalan-persoalan politik, bisa mengembangkan kecakapan menganalisa, dan menciptakan minat dan kemampuan berpolitik.
Dalam konteks ini, jelas kenapa dalam kasus gugatan tersebut hanya ada tiga orang yang mengatasnamakan warga, serta di dukung oleh dua LSM yang notabene para aktivisnya merupakan orang-orang yang berasal dari kaum kelas menangah atau berpendidikan tinggi.
Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, selain pendidikan, perbedaan jenis kelamin juga mempengaruhi tingkat keaktifan seseorang dalam berpartisipasi politik. Dimana orang yang berjenis kelamin laki-laki, biasanya lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya, ketimbang perempuan.
Pemetaan yang coba dilakukan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam bukunya yang berjudul Partisipasi Politik di Negara Berkembang, menyebutkan bahwa pola partisipasi politik yang dilakukan oleh kaum miskin atau kelas bawah tetap akan dimotori atau dipimpin oleh politisi kaum elit atau kelas menengah, dimana tujuan dari para kelas menengah itu terkait dengan adanya komitmen ideologis dan atau jawaban terhadap persaingan politik yang ada. Dari sisi partisipannya, tujuan yang dikedepankan adalah untuk memperbaiki keadaan materi- materi diri sendiri dan sesamanya, dengan bentuk-bentuk tindakan kolektif, seperti dengan memberikan suara, berkampanye, dan berdemonstrasi.
Dalam kasus gugatan yang dilakukan oleh warga bekas penghuni kolong tol Tanjung Priok, keberadaan tiga orang penggugat yang mewakili warga dan beberapa aktivis dari dua LSM, termasuk dalam kategori kaum elit atau kelas menengah yang berpendidikan tinggi yang menjadi motor aktif penggerak penuntutan hak. Tindakan advokasi kebijakan publik yang dilakukan oleh para aktivis LSM tersebut juga seiring dengan peran dan fungsi yang memang telah ditetapkan dalam kelembagaannya. Karakter yang khas dari partisipasi politik kaum miskin adalah untuk melindungi atau memperbaiki kepentingan-kepentingan politik dan ekonomi sendiri. Hal ini berbeda dengan partisipasi politik yang biasanya dilakukan oleh kaum kelas mengah ke atas.
Dalam proses pengajuan gugatan warga bekas penghuni kolong tol tersebut,, partisipasi silang-kelas juga tampak terjadi seiring dengan membaurnya seluruh warga bekas penghuni tersebut, untuk kemudian satu aspirasi dengan diwakili tiga orang. Masih menurut Huntington dan Nelson, untuk menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap sistem politik, diperlukan partisipasi yang berukuran besar dan berlangsung lebih lama daripada partisipasi melalui kontak atau kelompok-kelompok kepentingan khusus di kalangan kaum miskin,
Oleh Huntington dan Nelson, partisipasi berukuran besar di bagi menjadi dua kategori besar, yaitu partisipasi silang kelas dan partisipasi yang berorientasi kepada kaum miskin, dimana dari kedua kategori besar tersebut biasanya melibatkan pimpinan dari kelas menengah atau kelas elit, serta partisipasi orang-orang tidak miskin dalam kerjasama denganb golongan-golongan miskin.
Bentuk partisipasi silang kelas yang ada dari kasus gugatan warga bekas penghuni kolong tol Tanjung Priok ditandai dengan banyaknya etik yang tergabung. Dalam proses pengajuan gugatan tersebut, warga tidak mempedulikan antar individu diantara mereka berasal etnik mana, berbahasa apa, dan sebagainya, tetapi yang dikedepankan adalah kepentingan bersama.
Bentuk partisipasi ini sangat diperlukan selain dengan dilakukannya gugatan pada pihak pemerintah melalui jalur resmi Pengadilan Negeri, yaitu juga untuk menambah “bobot” pengaruh yang ditimbulkan.
Myron Weiner mengemukakan paling tidak ada lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan ke arah partisipasi dapat lebih luas dalam proses politik ini. Yang pertama adalah modernisasi, seperti komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi, yang meningkat, penyebaran kepandaian baca-tulis, perbaikan pendidikan, dan pengembangan media komunikasi massa. Pada kasus gugatan ini, keberadaaan media komunikasi yang menjangkau warga sangat berpengaruh sekali, ditambah lagi adanya persentuhan warga dengan sejumlah aktivis LSM yang tingkat partisipasi politiknya lebih tinggi.
Kedua, perubahan-perubahan struktur kelas sosial, dalam hal ini, begitu terbentuk suatu kelas pekerja baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama proses industrualisasi dan modernisasi, masalah tentang siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik. Pemilihan pola partisipasi warga bekas penghuni kolong jembatan tol Tanjung Priok dengan cara mendaftarkan gugatan mereka di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara adalah pilihan sadar yang tidak mungkin begitu saja muncul dari inisiatif warga kelas bawah tak berpendidikan, tetapi merupakan hasil sebuah proses panjang, dimana dalam penentuan proses pola partisipasi politik bersentuhan dengan sejumlah aktivis LSM, warga berpendidikan tinggi lain, warga yang tingkat partisipasi politiknya lebih tinggi lainnya, dsb.
Yang ketiga, adanya pengaruh intelektual dan komunikasi massa modern. Dalam kasus gugatan kepada sejumlah pihak pemerintah terkait, keberadaan peran para kaum intelektual tidak bisa dipisahkan, karena telah sejak lama menjadi pembuat dan penyebar idea-idea yang mampu merubah sikap-sikap dan tingkah laku warga lain yang tinmgkat partisipasi politiknya sangat rendah.
Berikutnya, konflik di antara kelompok-kelompok pemimpin politik yang merupakan konsekuensi dari adanya kompetisi dalam perebutan kekuasaan. Strategi yang digunakan oleh pihak penggugat dan pihak tergugat, adalah dengan mencari dukungan rakyat. Penggugat mengatasnamakan rakyat, dan tergugat juga akan berusaha melakukan dukungan pembenaran atas kebijakan yang telah dikeluarkannya. Dalam hal ini, mereka tentu menganggap sah dan memperjuangkan idea-idea partisipasi massa dan akibatnya menimbulkan gerakan-gerakan yang menuntut agar hak-hak warga penggugat tersebut dipenuhi.
Terakhir, adanya keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan, konsekuensinya, tanpa hak-hak sah atas partisipasi politik, individu-individu betul-betul tidak berdaya menghadapi dan dengan mudah dapat dipengaruhi tindakan-tindakan pemerintah yang mungkin dapat merugikan kepentingannya. Tanpa adanya dukungan dua LSM dan sejumlah warga yang kelas menengah atas, kaum miskin kota / warga penggugat tidak mungkin gerak secara tersistematis dengan melakukan gugatan melalui Pengadilan Negeri (PN).

TERIMA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR

Oleh Ir. Tumiran, M.Eng., Phd.
(Dosen Senior Teknik Elektro, FT UGM) :

”Perlu ada pengelolaan energi untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan, meningkatkan ketahanan energi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan kemandirian teknologi yang berujung kepada peningkatan martabat bangsa.”

Bagi Tumiran, untuk mencapai sasaran tersebut telah direncanakan beberapa strategi. Pertama, menyediakan energi dengan cara mendorong meningkatknya produksi migas (diprioritaskan untuk kepentingan dalam negeri), serta meningkatkan pemanfaatan batubara dan menjamin pasokannya untuk pembangkit listrik memasuki tahun 2010.
Selain itu, dikembangkan pula usaha pencairan dan gasifikasi batubara, mengembangkan pembangkit dimulut tambang, meningkatkan mutu dan kualitas suplai listrik, mengubah struktur tarif baru yang berkeadilan, mengembangkan pemanfaatan panas bumi, mengembangkan bahan bakar nabati, mengembangkan energi baru dan terbarukan seperti biomassa, surya, angin dan mikrohidro, diverisikasi energi, mensosialisasikan kesadaran hemat energi di masyarakat, membangun backbone saluran transmisi pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan interkoneksi Jawa-Sumatera.”

Kedua, melakukan pembangunan infrastruktur dengan cara membangun kilang / receiving terminal (BBM, LPG, dan LNG), membangun jaringan pipa transmisi dan distribusi gas bumi, membangun alat tranportasi batubara baik darat dan laut untuk menjamin distribusinya, terutama untuk kebutuhan pembangkit-pembangkit baru yang terdistribusi di berbagai daerah (termasuk pelabuhan pengirim dan penerima), membangun pembangkit-pembangkit tenaga listrik yang handal dan pemilihan teknologinya telah terujihandal dan efisien. Selain itu dilakukan pula pembangunan jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik, membangun sntra-sentra pengembang energi baru dan energi terbarukan, baik di pedesaaan maupun di lembaga-lembaga penelitian dan perguruan tinggi, serta mendorong dan mengajak Pemda dalam pemberdayaan pengembangan infrastruktur energi (pembangkit listrik).

Ketiga, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan cara mendorong Perguruan Tinggi dan Litbang melakukan penelitian-penelitian pengembangan energi baru dan energi terbarukan, mengkoordinasikan hasil-hasil penelitian dan mengkomunikasikan dengan industri untuk pengembangan dan pemanfaatannya, bagi para peneliti-peneliti yang berhasil diberikan intensif. Selain itu perlu dibuat pula target-target pencapaian penelitian, sehingga energi mix pada tahun 2025, konstribusi energi baru dan energi terbarukan konstribusinya bisa mencapai diatas 20 %. Yang terpenting dalam hal ini, Tumiran menyampaikan perlu upaya meyakinkan masyarakat untuk dapat menerima keberadaan pembangkit listrik berbahan bakar nuklir.

Keempat, memberdayakan daerah dalam mengembangkan perencanaan energi nasional dengan memprioritaskan energi terbarukan dan memberlakukan harga energi menurut wilayah yang disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi wilayah yang bersangkutan.

Kelima, Meningkatkan efisiensi energi dengan cara melaksanakan Demand Side Management (DSM) melalui peningkatan efisiensi pemanfaatan listrik, penerapan standar dan pengendalian pemakaian energi, melaksanakan Supply Side Management (SSM) melalui peningkatan kinerja existing pembangkit, jaringan transmisi, dan distribusi listrik, serta mendorong Engineering Drive Program (EDP) di lingkungan korporasi pengelola energi.

Keenam, meningkatkan efisiensi energi dengan cara meningkatkan peran industri energi nasional, menyiapkan sumber saya manusia dalam negeri yang handal di bidang energi, meningkatkan penguasaan teknologi energi yang mengutamakan industri manufaktur nasional, dan meningkatkan kemampuan perusahaan nasional dalam industri energi. Selain itu dilakukan pula peningkatan usaha (industri dan jasa) penunjang energi nasional, mendorong industri penunjang energi agar lebih efisien dan mandiri sehingga dapat bersaing baik di dalam maupun luar negeri, serta meningkatkan kualitas jasa penunjang energi nasional agar dapat bersaing baik di dalam maupun luar negeri.

Yang terakhir memberdayakan masyarakat dengan cara menciptakan skema kemitraan dalam rangka pengembangan sarana energi, meningkatkan kemitraan pemerintah dan swasta dalam pengembangan industri energi, serta meningkatkan peranan swadaya masyarakat, usaha kecil menengah dan koperasi dalam industri energi.

KRISIS ENERGI YANG MELELAHKAN


Oleh Adhi Darmawan
Negeri Indonesia yang kaya akan kekayaan alam, baik yang bisa diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui selalu mengalami krisis energi yang tak berkesudahan.

Memasuki era reformasi pada tahun 1998, para elit bangsa kita disibukkan dengan euforia kebebasan dan segudang praktik demokratisasi. Alhasil, beberapa kebutuhan mendasar bangsa boleh dibilang terabaikan atau tidak dijadikan prioritas utama. Salah satu kebutuhan mendasar yang terabaikan itu adalah energi. Padahal energi adalah kebutuhan vital sekaligus kebutuhan strategis bangsa.
Ketahanan energi menentukan ketahanan bangsa. Energi dan ekonomi ibarat dua sisi pada satu mata uang. Ada energi, maka ekonomi tumbuh. Sebaliknya, ekonomi yang tumbuh akan membutuhkan ketersediaan energi yang lebih banyak.
Tidak dijadikannya energi sebagai prioritas utama saat itu juga maklum adanya, mengingat pada tahun 1998 Indonesia masih sebagai net eksportir minyak bumi, dengan produksi rata-rata harian saat itu 1,52 juta barel per hari (bph) dan konsumsi dalam negeri baru mencapai 914 bph. Tahun 2007, produksi minyak kita merosot sampai ke titik 970 ribu barel per hari. Sementara konsumsi naik mencapai 1,2 juta bph. Indonesia sudah menjadi net importir minyak sejak tahun 2004. Dapat disimpulkan bahwa dalam kurun waktu 1998-2007 terjadi penurunan produksi rata-rata 61 ribu bph setiap tahunnya. Makanya tidak heran jika krisis BBM sudah berkali-kali melanda negeri ini, terutama saat dipicu oleh pesatnya peningkatan konsumsi dalam negeri, serta kenaikan harga minyak dunia yang sempat menyentuh angka USD 149 per barel.
Diawali dengan kelangkaan minyak tanah dimana mana, rakyat berdesak-desakan rela antre untuk mendapatkan setetes minyak tanah untuk mengepulkan asap dapurnya. Dengan alasan konversi minyak tanah ke gas, peredaran minyak tanah sengaja dikurangi. Akibatnya minyak tanah menjadi barang langka. Pemerintah menyalahkan rakyatnya yang tidak mau mengganti konsumsi minyak tanah dengan menggunakan kompor gas.
Masyarakat kembali banyak yang turun kejalan, mengantri untuk bisa mendapatkan gas elpiji sehingga dirinya dapat tetap memasak. Setelah kompor minyak tanah sudah keburu dijual ke tukang loak karena tidak bisa mendapatkan bahan bakarnya berupa minyak tanah, rakyat yang mencoba menuruti saran pemerintah untuk beralih menggunakan gas kembali gigit jari. Pasalnya, beberapa hari belakangan ini giliran elpiji yang langka di pasaran terutama tabung kemasan 12 Kg. Pemerintah dan Pertamina kembali menuding rakyatnya yang mengganti pemakaian tabung 50 Kg mereka ke tabung 12 Kg sehingga menyebabkan tabung 12 Kg langka dipasaran.
Krisis energi terjadi diseluruh wilayah di Indonesia, tak terkecuali di Bali yang merupakan tempat pariwisata dunia bertaraf internasional. Bensin premium sempat menjadi barang yang sangat langka. Hampir seluruh SPBU di Bali terjadi antrean kendaraan yang akan membeli premium. Karena tidak ada pilihan lain, pertamax pun menjadi barang yang laris manis. Lebih dari 2 (dua) hari ini, nilai penjualan pertamax di Bali jauh diatas penjualan rata rata nasional.
Tak hanya minyak, listrik juga mengalami krisis. Akhir-akhir ini pemadaman hampir terjadi setiap hari diberbagai daerah. Terkait dengan pemadaman itu, pemerintah sempat mengeluarkan keputusan bersama 5 menteri untuk mengatur pengalihan jam kerja industri manufaktur ke hari Sabtu dan Minggu, sehingga pemakaian listrik dapat digilir. Kebijakan pengalihan jam kerja tersebut menuai banyak penentangan dari berbagai pihak karena dianggap tidak efektif dan efisien.
Menurut, Prof Dr Widjajono Partowidagdo, seorang Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Pengelolaan Lapangan Migas, Institute Teknologi Bandung, penyebab utama terjadinya krisis listrik adalah penambahan kapasitas terpasang pembangkit yang tidak sepadan dengan laju pertumbuhan industri dan populasi. Total kapasitas terpasang saat ini sebesar 29.7 GW (PLN 24.9 GW, IPP 4 GW, PPU 0.8 GW). Proyek 10 GW pertama yang semestinya sudah on-line paling lambat awal tahun 2008, ternyata molor sampai tahun 2009 atau bahkan ke tahun 2010.
Hal-hal lain yang dapat menyebabkan kurangnya pasokan listrik walaupun bersifat sementara adalah gangguan yang kerap terjadi di mesin-mesin pembangkit dan gangguan yang sering terjadi di mata rantai pasokan bahan bakar (energi primer) untuk pembangkit itu sendiri. Beberapa mesin pembangkit sudah tua atau kurang perawatan sehingga seringkali mengalami overhaul karena menunggu datangnya suku cadang.
Pasokan energi primer biasanya terganggu saat cuaca buruk – musim penghujan dan ombak tinggi. Ini biasanya terjadi pada pembangkit yang berenergi primer BBM dan batu bara. Sebaliknya di musim kemarau, terjadi kekurangan debit air untuk pembangkit bertenaga penggerak air.
Pasokan listrik baru dikatakan ‘aman’ di akhir kwartal ketiga tahun 2009. Artinya, pemadaman bergilir masih tetap akan dilakukan hingga tahun depan. Masyarakat masih akan sering mengalami ”byar pet” lampu sampai paling tidak setahun lagi.

Energi Untuk Kesejahteraan Bangsa


Oleh Adhi Darmawan
Jika kita mencermati energi pada sudut pandang yang lebih luas—tidak sekedar pada tataran teoritis atau perhitungan di atas kertas— energi telah menjadi isu krusial dan vital pada aspek real di kehidupan. Misalkan saja, di bidang industri, dimana energi menjadi salah satu input yang wajib ada.
Wajar adanya, sebab perancangan mesin dan alat-alat produksi saat ini masih melibatkan energi sebagai prasyarat utama bagi keberjalanan suatu sistem produksi. Karena memegang peran yang sangat penting ini, sedikit permasalahan di bidang energi ini akan berpengaruh banyak pada industri. Sebagai pertimbangan, kita pun tahu bahwa industri merupakan akselerator pertumbuhan bangsa, penyerap tenaga kerja dan salah satu parameter produktivitas nasional.
Pada faktanya, sekalipun Indonesia merupakan negara yang dari sisi sumber daya alam kaya raya, kita selalu dicengkeram berbagai persoalan energi yang tak kunjung terselesaikan. Berbagai kebijakan yang ada seringkali dipertanyakan rakyat apa benar ini akan menyelesaikan segenap permasalahan energi secara fundamental.
Kebijakan untuk memecahkan berbagai persoalan energi seperti pembatasan premium, pengurangan subsidi BBM, masalah distribusi, gencarnya intervensi asing atas pengelolaan energi dalam negeri dalam berbagai bentuk, ketidakefisienan dan ketidakefektifan sistem (mulai hulu hingga hilir), rencana unbundling PLN, dan lain-lain seringkali menjadi kebijakan yang terasa tidak tepat dan banyak menuai kontra rakyat sebagai pemilik sah negeri ini.
Seperti misalnya rencana unbundling (pemecahan) PLN, kebijakan ini dianggap sebagian masyarakat justru menjadi ancaman dan bukan langkah solusi untuk mengatasi krisis energi. PLN yang dahulunya sebuah perusahaan tunggal akan dipecah-pecah menjadi beberapa anak perusahaan. Untuk Jawa-Bali, akan dilakukan unbundling vertical (pemecahan berdasarkan fungsi) sedangkan untuk luar Jawa-Bali akan dilakukan unbundling horizontal (pemecahan secara wilayah). Hasilnya, dengan sistem pengelolaan energi seperti ini, energi listrik akan semakin sulit diperoleh dengan harga yang terjangkau dan sistem pengelolaan energi nasional akan semakin lemah dan rentan masalah.
Carut marutnya pengelolaan energi tersebut tentunya sangat berpengaruh bagi masyarakat, terutama di sektor industri. Dengan menaiknya harga listrik, maka biaya produksi dan harga barang meningkat. Akibatnya, kenaikan inflasi terjadi di masyarakat.
Tak hanya itu, perindustrian nasional pun di tengah ancaman stagnansi dan deindustrialisasi. Menteri Perindustrian Fahmi Idris, mengatakan bahwa problem infrastruktur dan krisis energi ibarat dua mata uang yang saling terkait dan layaknya bom waktu yang siap meledakkan kontribusi manufaktur dan perekonomian nasional
Hal senada juga dapat dilihat dari data lesunya perindustrian nasional yaitu data pertumbuhan industri tahun 2007 yang terus merosot seiring melonjaknya harga BBM dan listrik dan bahkan mencapai angka terendah dalam tiga tahun terakhir (5,15%) dibandingkan tahun 2004 (7,5%) dan tahun 2005 (5,9%) .(Badan Pusat Statistik (BPS) ).
Amerika Serikat sangat menyadari arti penting energi ini sehingga membuatnya merumuskan suatu kebijakan politik luar negeri yang berusaha menguasai negeri-negeri penghasil energi demi mendukung ketahanan bangsanya. Demikian pula Hugo Chaves yang menasionalisasi energi di negerinya dan segera meluncurkan 12 perusahaan baru milik negara guna menekan angka 70% ketergantungan terhadap produk luar dan menciptakan Venezuela yang baru dengan ketahanan bangsa yang luar biasa (S. Nurani, 2007. Hugo Chavez, Revolusi Bolivarian, dan Politik Radikal. Yogyakarta: Resist Book).
Kebijakan AS dan Venezuela tentu perlu menjadi objek analisis kita. Yang perlu diperhatikan adalah mengapa mereka bisa ‘berani’ menformulakan arah gerak bangsa yang fundamental tersebut sedangkan kita tidak bisa atau belum bisa?

Pada tanggal 18 Juli 2008 Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro, melantik Novian M. Thaib sebagai Sekjen Dewan Energi Nasional (DEN). Delapan orang yang menjadi anggota DEN dipilih kemudian oleh anggota Komisi VII DPR RI. Tugas utama DEN ialah merumuskan kebijakan energi nasional sekaligus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan energi nasional.

Atas didirikannya DEN, sebagian pengamat melihat ide pendirian DEN tergolong bagus, sebab lembaga ini akan mengintegrasikan kebijakan energi nasional. Melalui DEN, maka berbagai kebijakan di bidang energi dirancang secara matang dan terencana, sehingga bisa terlaksana dengan baik. Lembaga tersebut, idealnya bertugas mementingkan kesejahteraan rakyat, bangsa dan negara, di atas segelintir orang atau saudagar.

Jika berjalan dengan semestinya, patutlah segenap masyarakat mendukung keberadaan DEN, tapi jika berjalan tidak semestinya, maka segenap rakyat wajib hukumnya untuk beramai-ramai menolak keberadaannya sebab terkait dengan efisiensi anggaran negara. Persoalan yang muncul kemudian adalah dasar hukum kebijakan energi nasional memiliki Undang-Undang yang berbeda-beda, menjadi pertanyaan kemudian dapatkah DEN nanti dapat bekerja secara efektif? Kita lihat perkembangannya bersama-sama.