06 October 2011

Menembus Narasumber

Oleh Adhi Darmawan


Dalam bidang jurnalistik, menembus narasumber adalah kegiatan yang terkait dengan usaha pencarian data / informasi dasar dalam teknik penulisan berita. Kegiatan interview atau yang sering disebut dengan wawancara merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi / data sebagai bahan dasar untuk menulis berita.

Dalam menulis berita, sekalipun data yang diperoleh seorang jurnalis dari luar wawancara sudah lengkap, akan tetapi, kegiatan wawancara lebih baik tetap dilakukan untuk menambah akurasi berita. Dengan langkah itu, diharapkan berita yang tertulis dapat lebih akurat, menarik dan tidak monoton. Untuk berita kategori investigative, kegiatan interview jelas harus dilakukan, terutama pada subjek berita yang terkait dengan peristiwa atau fenomena, sehingga berita yang ditulis diharapkan dapat rinci, detail, dan objektif.

Karena secara umum tujuan dari menemui narasumber untuk melakukan wawancara, maka sebelum masuk pada teknik menemui narasumber, kita ulas terlebih dahulu beberapa hal terkait wawancara. Menurut beberapa jurnalis, beberapa bentuk dari wawancara yang secara umum sering dilakukan yaitu

1.      Wawancara untuk bahan berita. Oleh seorang jurnalis atau biasa disebut dengan wartawan, wawancara ini dilakukan untuk sekedar meminta tanggapan atau konfirmasi seorang ilmuwan, pejabat Negara, dsb tentang sesuatu yang berkaitan dengan berita yang akan atau telah ditulis. Teknisnya, wartawan pewawancara (interviewer) jangan mengajukan pertanyaan secara umum, tetapi buatlah pertanyaan yang khusus, terarah dan bersifat “menggali”, terinci langsung ke inti masalah.

Sikap interviewer juga jangan terlalu banyak bicara. Berbicaralah sekedar menjaga suasana pembicaraan supaya dalam pertemuan tersebut tidak kaku. Atau untuk menghindari jawaban narasumbervkeluar dari fokus pertanyaan yang diajukan, sehingga waktu terbuang percuma. Interviewer juga jangan berbicara di luar substansi pertanyaan. Jangan menyertakan perasaan tidak senang yang bisa membuat orang yang diwawancarai tersinggung. Sebaliknya, sering pula terjadi, sumber berita kadang berbicara menyakiti hati interviewer. Jika hal itu terjadi, interviewer harus mampu mengendalikan diri dan berusaha dengan cara baik dan sopan untuk kembali ke pokok pertanyaan pembicaraan.

Sikap sopan terhadap narasumber juga perlu dikedepankan, terutama pada yang lebih tua. Biasanya orang yang telah lanjut usia, apalagi pernah populer, sering minta dipotret. Kadang, saat dipotret, orang lain juga nimbrung untuk minta difoto bersama. Keadaan itu harus dihadapi dengan sabar dan baik. Dalam wawancara model ini orang yang diwawancarai kadang tidak memberikan keterangan yang sebenarnya alias palsu. Ini resiko mewawancarai orang yang berksempatan mempersiapkan diri sebelum diwawancarai. Atau sebaliknya, karena tak punya persiapan, tak menguasai atau kurang perhatian dan karena bukan ahli di bidang yang ditanyakan wartawan.  Wartawan perlu berhati-hati menganalisa dan menyeleksi informasinya. Biasakan mengecek kembali keterangan yang diberikan sumber itu atau mencari informasi yang sebenarnya sehingga wartawan tidak terjebak menyiarkan informasi bohong.

2.      Wawancara tertulis, dalam wawancara ini, draft pertanyaan biasanya disiapkan terlebih dahulu untuk narasumber. Boleh jadi pertanyaan itu disampaikan langsung oleh wartawan atau ditinggalkan sehingga sumber berita bisa membaca dan menjawab sendiri pertanyaan tersebut.

3.      Wawancara via telepon, yaitu wawancara yang dilakukan lewat pesawat telepon. Lazim digunakan dalam keadaan mendesak. Kelemahan dalam wawancara via telepon ini, interviewer tidak dapat menangkap suasana orang yang diwawancarai.

4.      Wawancara pribadi. Untuk jenis wawancara ini, seorang wartawan secara khusus mendatangi seorang tokoh penting sebagai nara sumbet untuk meminta komentar, pendapat atau informasi tentang sebuah peristiwa. Bentuk ini sering disebut dengan wawancara eksklusif. Untuk wawancara bentuk ini, wartawan perlu mempersiapkan gambaran masalah dan butir pertanyaannya. Ini penting, untuk mendapatkan informasi dan pendapat yang diinginkan. Selain itu, wartawan juga harus arif membaca gelagat sumbernya sehingga tidak memancing amarah atau sumbernya tiba-tiba menutup diri atau menghentikan pembicaraan.

5.      Mewawancarai banyak narasumber sekaligus. Dalam bentuk ini, wawancara dilakukan terhadap banyak orang. Tujuannya untuk mengetahui pendapat umum tentang sesuatu. Bisa jadi tempatnya di jalanan, di pasar atau di tempat umum lainnya. Misalnya meminta pendapat banyak orang tentang suatu peristiwa. Resikonya, besar kemungkinan orang yang diwawancarai tidak tahu sama sekali tentang apa yang ditanyakan. Untuk nara sumber yang seperti ini, wartawan haruslah memberi penjelasan terlebih dahulu sebelum bertanya. Bentuk wawancara seperti ini hampir mendekati bentuk survey.

6.      Wawancara dadakan / mendesak. Wawancara ini dilakukan ketika seorang wartawan secara kebetulan bertemu dengan sebuah sumber penting yang dianggap relevan dengan masalah yang sedang berkembang. Entah itu saat di bandara, stasiun kereta api, rumah sakit, dan sebagainya.  Jika hasil wawancaranya memberikan informasi penting, terbaru, pertama kali atau sesuatu yang kontroversial dan layak siar maka wartawan tersebut dapat menuliskannya sebagai berita yang menarik.

7.      Group interview yaitu serombongan wartawan mewawancarai seorang, pejabat, seniman, olahragawan dan sebagainya. Kerugian bentuk wawancara seperti ini yaitu jawaban atas pertanyaan khusus wartawan sebuah media akan didengar dan mungkin bisa jadi berita oleh wartawan lain.

Sukses tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap wartawan. Perilaku, penampilan dan sikap wartawan yang baik biasanya mengundang simpatik dan akan membuat suasana wawancara akan berlangsung akrab alias komunikatif. Ini untuk memupus juga, selama ini wartawan di-imej kan dengan rambut gondrong, kaos oblong, jaket kumal, celana jeans, hidup santai dsb, padahal tidak demikian. Andai kita sendiri sebagai narasumber, lebih senang mana melihat yang mewawancarai kita dengan penampilan yang menarik formal? Ataukah penampilan urakan?   

Wawancara yang komunikatif dan hidup ikut ditentukan penguasaan permasalahan dan informasi seputar materi yang menjadi topik pembicaraan oleh wartawan. Artinya wartawan harus menguasai persoalan yang ia tanyakan. Langkah dasar yang harus dilakukan seorang wartawan sebelum melakukan bentuk-bentuk wawancara diatas yaitu menyiapkan terlebih dahulu peralatan wawancara, baik alat perekam (tape recorder), kamera, dsb. Terutama dalam usaha mewawancarai narasumber yang susah ditemui.


Mewawancarai nara sumber yang susah ditemui  

Kegiatan menemui narasumber sebagai sumber berita ini, bisa dilakukan oleh satu orang jurnalis, akan tetapi, idealnya dilakukan oleh dua orang untuk media cetak (satu orang interviewer, dan satu orang kamerawan atau juru foto). Terutama untuk wawancara eksklusif, yang tidak memungkinkan dan dirasa kurang etis jika seorang interviewer merangkap juga sebagai juru foto. Jika dipaksakan, kegiatan wawancara eksklusif yang dilakukan oleh seorang interviewer tetapi merangkap juga sebagai juru foto, akan berpengaruh pada terganggunya konsentrasi wawancara yang sedang berlangsung, baik konsentrasi si-interviewer maupun narasumber tersebut.  Bisa lebih dari dua orang untuk media elektronik karena membawa banyak peralatan elektronik, tetapi tidak bagus  sampai tiga orang karena terkesan kurang sopan dan terlalu ramai.

Menemui narasumber merupakan konsekuensi dari kegiatan wawancara yang dilakukan atas permintaan atau keinginan jurnalis yang bersangkutan. Jika narasumber yang ingin dimintai keterangannya mudah ditemui, memang tidak masalah. Yang menjadi masalah kemudian yaitu jika narasumber tersebut susah sekali untuk ditemui, seperti misalnya pejabat tinggi Negara, atau bahkan penjahat kelas kakap sekalipun yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) dengan penjagaan super ketat, sementara dari pihak LP tidak memberikan izin si-jurnalis untuk bertemu penjahat itu. Mau tidak mau, sebagai seorang jurnalis yang berusaha menulis berita secara langsung dari sebuah peristiwa, kesusahan-kesusahan itu tidak menyurutkan langkah seorang jurnalis untuk urung menuliskan berita.

Keadaan itu sangat berbeda dengan jumpa pers atau konverensi pers yang dilaksanakan atas kehendak narasumber sebagai sumber berita. Dalam konverensi pers, seorang jurnalis tidak dibebani upaya untuk menemui narasumber dengan susah payah, bahkan sebaliknya, si-narasumber-lah yang berusaha untuk mengundang para jurnalis, sehingga para jurnalis lebih mudah pula untuk berinterkasi dengan narasumber dalam menggali informasi tanpa susah-susah menemui narasumber.

Dalam usaha mencari informasi atau data dari seorang narasumber yang sangat susah sekali ditemui (Mr X), ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh seorang jurnalis berupa :

1.      Cari informasi sebanyak-sebanyaknya tentang diri Mr X, berupa nomor hand phone, aktifitas kerja, aktifitas organisasi, sejumlah nama orang-orang terdekatnya, dsb.
2.      Kategorikan prioritas dalam mendapatkan informasi / data dari si-narasumber, yang pertama apakah informasi / data tersebut hanya bisa didapat dari Mr X atau kah bisa didapat dari orang-orang dekat Mr X? Yang kedua apakah dari Mr X yang kita perlukan hanyalah informasi atau data, ataukah juga dokumentasi foto wawancara, setting, dsb?
3.      Untuk kategori yang pertama, jika informasi / data yang dicari dari Mr X dapat diperoleh dari orang-orang dekat Mr X, maka tidak ada lagi masalah, kita cukup mewawancari orang-orang dekat Mr X, seperti misalnya istrinya, orang tuanya, anaknya, rekan kerjanya, tetangganya, dsb.  Akan tetapi, jika yang diperlukan adalah informasi / data yang hanya bisa didapat dari Mr X, maka si-jurnalis harus tetap menggali informasi / data dari Mr X.
4.      Jika si-jurnalis harus tetap menggali informasi / data dari Mr X saja, tidak diperlukan dokumentasi foto wawancara, setting, maka si-jurnalis bisa melakukan wawancara dengan dengan Mr X melalui telepon rumah atau telepon genggam Mr X dengan perjanjian terlebih dahulu.
5.      Masalah yang paling susah dihadapi yaitu ketika si-jurnalis harus mendapat informasi dari Mr X sementara dibutuhkan juga dokumentasi foto wawancara, setting, dsb. Untuk jenis berita investigasi, dengan sedikit melanggar etika jurnalistik, kesulitan ini bisa diatasi misalnya dengan menyusup masuk ke tempat Mr X dengan menyamarkan identitas sebagai seseorang yang memungkinkan dapat menemui Mr X. Akan tetapi jika tidak mau melanggar sedikitpun etika jurnalistik, maka langkah yang dilakukan si jurnalis menunggu lama sampai dengan didapatkannya izin dari pihak yang terkait untuk dapat menemui Mr X, jika sampai keluarnya izin memakan waktu yang lama maka konsekuensinya informasi yang didapat akan usang dan terlambat.  
6.      Jika masih memungkinkan, diusahakan sedapat mungkin menghindari mencari informasi / data dengan jalan pemaksaan seperti kalimat terakhir point lima diatas, sebab sangat membuka peluang Mr X akan tersinggung. Padahal sebagai seorang jurnalis yang baik, persahabatan dan bertambahnya kawan merupakan factor yang cukup penting untuk dikedepankan. Adalah keuntungan besar bagi seorang jurnalis yang dapat menjalin hubungan baik dengan narasumber setelah proses pertemuan untuk mencari informasi / data berlangsung.

Contoh Kasus :
Pak Is pelaku peledakan bom dan dipenjara di suatu tempat yang tidak mengizinkan pers untuk meliput. Sebagai seorang jurnalis, anto mendapat tugas untuk mencari informasi / data dari Pak Is secara langsung disertai foto-foto Pak Is dan kehidupan dalam LP. Sebagai seorang jurnalis yang tidak diizinkan masuk oleh pihak LP, dan tidak ingin kenal secara pribadi dengan Pak Is, maka anto memaksa memasuki LP untuk menemui Pak Is dengan menyamar sebagai tamu penjara yang akan menemui seorang penghuni LP lain, dengan kamera dan alat perekam tersembunyi, anto tidak mempedulikan setelah apa yang dilakukannya itu akan membawanya berurusan dengan pihak penjara dan Pak Is.

Langkah itu tidak mungkin dilakukan anto jika dirinya ingin menjaga hubungan baik dengan pihak LP dan Pak Is. Jika anto berpikir ingin kenal lebih dekat dengan Pak Is secara pribadi dan tulisannya kemudian tidak ingin berurusan dengan LP, maka yang dilakukan anto adalah memasuki LP dengan izin baik-baik serta memperkenalkan diri kepada Pak Is dengan baik-baik, sehingga hubungan selanjutnya antara anto dengan  Pak Is diharapkan akan lebih dekat. 


Untuk mempermudah pemahaman diatas, lebih mudah dapat dilihat table berikut ini : 


Mencari Informasi / data saja
Mencari Informasi / data plus dokumentasi foto / gambar Mr X, Setting, dsb
Harus Mendapat langsung dari Mr X
Lewat Telepon atau Hand Phone, e-mail, surat, dsb
Meminta dan menunggu izin bertemu atau melakukan “penyamaran”.
Tidak Harus Mendapat Langsung dari Mr X
Hubungi dan temui orang terdekat Mr X (Orang tua, istri / suami, anak, rekan kerja, tetangga, dsb) yang terlibat peristiwa dan atau diyakini tahu persis tentang informasi yang dicari si-jurnalis
Hubungi dan temui orang terdekat Mr X, dokumentasi bisa diambil dari dokumentasi keluarga, kantor, dsb.



No comments: