25 November 2008

REPUBLIK MULTI PARTAI

Oleh Adhi Darmawan
Sampai tahun 2004, Pemilu di Indonesia telah dilaksanakan sebanyak sembilan kali. Pemilu pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1955 yang diikuti oleh 29 partai politik dan individu.
Pemilu pertama kali dilaksanakan ditengah konflik yang disebabkan oleh adanya gerakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang dipimpin Kartosuwiryo. Anggota angkatan bersenjata dan polisi dalam pemilu ini juga memiliki hak pilih.
Saat itu, pemerintahan Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, Kepala Pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap. Pada tahap pertama, Pemilu diselenggarakan untuk memperebutkan 260 kursi DPR. Sedangkan pada tahap kedua dilaksanakan untuk memilih 520 anggota Konstituante, ditambah lagi ada 14 kursi wakil golongan minoritas yang diangkat oleh pemerintah.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia yang mendapatkan 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen), Masyumi 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen), Nahdlatul Ulama 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante (18,4 persen), Partai Komunis Indonesia 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (2,89 persen).
Usai Pemilu 1955, Pemilu berikutnya tidak dilaksanakan pada tahun 1960 sesuai jadwal rutin tahunan dikarenakan pada tanggal 5 Juli 1959, dikeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945.
Setelah tampuk kekuasaan beralih ke tangan orde baru, pada tanggal 5 Juli 1971 baru diadakan pemilu yang kedua dan diikuti oleh 10 partai politik. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, serta Partai Syarikat Islam Indonesia.
Dari 10 parpol yang ada, pada tahun 1975, melalui UU Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi dua parpol, masing-masing Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu golongan yaitu Golongan Karya.
Pemilu-Pemilu berikutnya dilaksanakan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 yang semuanya hanya diikuti oleh 2 parpol dan satu golongan tersebut. Semua pemilu tersebut dilaksanakan dibawah kontrol ketat pemerintahan orde baru sehingga semuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu 1997 ini adalah Pemilu terakhir di era orde baru, sebab setahun berikutnya, Soeharto sebagai penguasa Orde Baru diturunkan secara paksa oleh mahasiswa dan rakyat yang dimotori oleh Prof Dr Amien Rais. Pasca orde baru lengser, Presiden RI dijabat BJ Habibie.
Setelah orde baru lengser, nafas demokrasi baru terasa benar-benar berhembus dengan diselenggarakannya Pemilu Ekstra Multi Partai pada tanggal 7 Juni 1999. Sebanyak 48 parpol saat itu menjadi kontestan dimana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, PPP, PKB, dan PAN adalah 5 parpol yang memperoleh suara terbanyak. PDIP meraih suara terbanyak hingga 35 persen suara, hanya saja yang terpilih menjadi presiden bukanlah Megawati Soekarnoputri.

No comments: