25 November 2008

TENGGELAM LAGI, EEHH...... MUNCUL LAGI

Oleh Adhi Darmawan
Era reformasi yang diiringi dengan kemunculan demokrasi multi partai memang menjanjikan kebebasan individu yang lebih luas dibanding saat era orde baru, sayangnya urusan gugat menggugat partai politik, konflik, serta perpecahan sepertinya menjadi kelaziman yang kontraproduktif. Jika saat orde lama dan orde baru ada partai yang konflik hingga kemudian bubar atau kemudian muncul partai dari hasil fusi, akan tetapi semua itu terjadi oleh karena adanya tekanan dari penguasa. Berbeda dengan pembubaran dan kemunculan partai baru di era reformasi yang terjadi bukan atas tekanan penguasa, tetapi oleh karena konflik diinternalnya sendiri.
Dari hasil penelusuran yang saya lakukan, dalam sejarah pembubaran partai politik di Indonesia memang pernah menunjukkan bahwa benar pernah terjadi adanya pembubaran partai politik di Indonesia.
Dimulai dari masa Kolonial, pemerintah kolonial pernah membubarkan Indische Partij (IP). Visi, misi, program kerja, dan aksi-aksi dari IP yang kongret tidak mendukung pemerintahan Kolonial, bahkan menentang dan menuntut kemerdekaan bagi Hindia Belanda, membuat Partai ini menjadi most wanted oleh Pemerintahan Kolonial.
Pada tahun 1913, Gubernur Jenderal Idenburg membubarkan IP. Tiga serangkai (Triumvirat) pimpinan IP, masing-masing E.F.E Douwes Dekker, Suwardi Soeryaningrat, serta Tjipto Mangunkususmo.
Pemerintah Kolonial juga kemudian membubarkan Partai Komunis Indonesia dan sejak tanggal 23 Maret 1928 penguasa kolonial Belanda melarang partai tersebut melakukan kegiatan di Indonesia.
Pemerintah Kolonial juga melakukan penangkapan besar-besaran terhadap pemimpin Partai Nasionalis Indonesia yang dirasa sangat vokal dan memprovokasi rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan seperti Soekarno dan kawan-kawan. Peristiwa inilah yang memicu Mr. Sartono pada tanggal 11 November 1930 akhirnya membubarkan PNI.
Pada masa Demokrasi terpimpin, juga pernah terjadi pembubaran terhadap partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia yang dilakukan Presiden Soekarno melalui Keppres No. 200 Tahun 1960 tentang Pembubaran Partai Masyumi dan Kepres No. 201 Tahun 1960 tentang Pembubaran Partai Sosialis Indonesia. Latar belakang dari keluarnya Keppres ini adalah konstelasi politik yang sangat tinggi, yang kemudian mengakibatkan pimpinan kedua partai tersebut terlibat dalam peristiwa PRRI di Bukittinggi.
Pada masa orde baru, terjadi juga pembubaran partai politik akibat suatu pemberontakan yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia melalui G 30 S PKI. Akibat dari pemberontakan PKI yang dilakukan lagi di Indonesia, maka Partai Komunis Indonesia beserta organisasi lain yang bernaung dibawahnya, (termasuk ideologi Marxisme-Leninisme), kemudian dinyatakan terlarang.
Setelah terjadi pembubaran PKI, memang tidak terdapat pembubaran partai politik lagi, kecuali fenomena Partai Rakyat Demokratik yang juga dibubarkan oleh rezim berkuasa karna dianggap oposisi dan mengancam stabilitas pemerintahan dan keamanan.
Peristiwa seperti fusi parpol pada masa orde baru yang kemudian menyederhanakan sistem kepartaian dengan dua partai dan satu golongan karya, sesungguhnya memberikan dampak tersendiri dalam dunia kepartaian Indonesia. Sebab, fusi tersebut mengakibatkan partai politik menjadi kehilangan arah dan tujuan, dengan kata lain, fusi itu sebenarnya adalah cara halus orde baru untuk membubarkan partai

No comments: