05 January 2009

Duel Sengit Para Jenderal di Kanvas 2009


Adhi Darmawan

Tanpa terasa tahun 2008 telah berlalu, waktu terus merayap semakin mendekati pesta demokrasi rakyat 2009. Semakin mendekati April 2009, riuh ramai gerak politik para calon anggota legeslatif dan calon Presiden RI semakin tampak, kibaran spanduk yang berisi ajakan untuk mendukung orang-orang yang memperebutkan kursi kekuasaan juga semakin marak.

Para aktor yang berebut posisi untuk memperoleh kursi kekuasaan terdiri dari berbagai latar belakang profesi, dari mulai para pedagang, petani, hingga para pensiunan militer yang masih merindukan nyamannya duduk dikursi kekuasaan. Sekalipun fungsi resminya sebagai sebuah institusi pertahanan dan keamanan, tapi militer telah turut terlibat aktif dalam perpolitikan di Indonesia sejak 1952.

Saat Indonesia berada dalam demokrasi liberal (1952- 1959), militer tak puas tersingkirkan dari panggung politik dan membentuk partai politik sendiri, yakni IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) yang memperoleh suara sangat sedikit dalam pemilu1955. Aspirasi politik militer kembali muncul setelah beberapa organisasi militer pada tahun 1964 bertemu untuk kemudian mendirikan Golkar (Golongan Karya).

Selama lebih dari 30 tahun, Golkar tetap menjadi satu-satunya kendaraan politik militer. Dalam era orde baru, hubungan yang erat antara militer dan Golkar terjalin hingga Jendral (Purn) Suharto sebagai penguasa orde baru terdesak mundur. Pada tahun 1990-an, Suharto kian terisolasi dan memutuskan untuk “menyipilkan” pucuk pimpinan Golkar. Pada tahun 1993, ia menunjuk Harmoko, seorang sipil, sebagai ketua umum. Lima tahun kemudian, Akbar Tandjung mengambil alih. Berikutnya, Jusuf Kalla menjadi ketua umumnya.

Lebih dari tiga dekade, Suharto memimpin kediktatoran militer dengan dwifungsi sebagai doktrin utamanya. Dwifungsi memberi militer hak untuk bermain dalam politik, yang kemudian dieksploitasi dalam skala besar. Meskipun anggota angkatan bersenjata tak diperbolehkan memilih, mereka diberi jatah 100 kursi dalam DPR dan DPRD.

Sejak runtuhnya rezim orde baru pada tahun 1998, elit militer telah banyak kehilangan kekuatan politiknya dan pernah berusaha disingkirkan dari arena politik dengan dihapuskannya dwi fungsi ABRI kala itu.

Perkembangan dalam internal Golkar yang telah berubah manjadi partai Golkar juga tidak menguntungkan militer yang masih tergabung didalamnya. Dalam pemilu 2009 nanti, beberapa jenderal utama telah mendirikan organisasi politik di luar partai Golkar.

Tidak mendapatkan pintu yang nyaman lagi lewat dwi fungsi ABRI, dalam pemilu 2009 militer mencoba mingikuti perkembangan sistem politik yang ada di era reformasi. Dengan bersaing mendapatkan kursi kekuasaan lewat pintu pemilihan umum, dalam pemilu 2009 banyak pensiunan perwira, terutama para mantan jenderal angkatan darat yang ingin kembali ke panggung politik baik sebagai calon anggota legislativeserta calon presiden.

Bagi sebagian pengamat, memasang para pensiunan jenderal dalam pemilu 2009 merupakan hal positif karena kalangan sipil kurang memiliki wewenang dan lemah dalam pengambilan keputusan. Tetapi ada jauh lebih banyak hal dari itu. Banyak perwira yang dengan tegas meyakini bahwa militer adalah satu-satunya kekuatan yang paling mampu melindungi integritas negara karena politisi sipil selalu membuat hal menjadi kacau. Militer tetap dianggap sebagai institusi terkuat dan paling tepat di Indonesia sebagai penyelenggara Negara.

Bagi pengamat militer seperti Umar Said yang kini tinggal di Perancis, dibawah kekuasaan Soeharto yang telah berlangsung lama, suatu kasta penyelenggara pemerintahan militer telah tercipta. Di Indonesia sekarang ini, banyak penyelenggara pemerintahan baru yang merupakan warga sipil, yang terpilih melalui proses demokrasi, tetapi mereka sering kali dipandang tidak dapat memutuskan dan lebih lemah dibandingkan dengan penguasa yang berlatar belakang militer

Tercatat ada lebih dari 6 pensiunan jenderal yang yang akan memperebutkan kursi presiden Republik Indonesia seperti Wiranto, Prabowo, Sutiyoso, Susilo Bambang Yudhoyono, M. Jasin, Saurip Kadi, serta sejumlah pembesar militer dan kepolisian lainnya. Sejumlah nama dari pensiunan perwira lain juga muncul menjadi calon anggota legeslatif dari 38 partai politik, baik untuk kursi legeslatif ditingkat pusat maupun daerah, disamping yang menjadi kepala daerah seperti gubernur atau bupati.

Dalam pandangan pengamat militer Umar Said, ketiga pensiunan perwira seperti Wiranto, Prabowo, dan Sutiyoso dikenal telah memiliki catatan pelanggaran HAM berat, dan keunggulan politik mereka mencerminkan kegagalan akuntabilitas kriminal di masa pasca Suharto dalam menyeret mereka ke meja hijau untuk mempertanggung- jawabkan perbuatan mereka. Ketiganya senantiasa tampil di muka umum dan telah mendapatkan kedudukan sebagai pemimpin partai politik baru yang ingin menantang presiden yang berkuasa sekarang ini, pensiunan jenderal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).











Pelanggaran HAM Berat Tiga Jendral
Wiranto, Prabowo dan Sutiyoso adalah sama-sama pensiunan Jendral yang dituduh telah melakukan pelanggaran berat. Bagi Umar Said, Wiranto yang merupakan pensiunan Jenderal bintang empat merupakan senior SBY di angkatan darat. Selama hari-hari penuh huru hara tahun 1998-1999 sebelum dan setelah jatuhnya Suharto, ketika terjadi penganiayaan di banyak kota dan pengambilan suara bagi kemerdekaan Timor Timur yang mengakibatkan kehancuran militer yang disengaja di muka negara, Wiranto menduduki tingkat tertinggi dalam angkatan bersenjata Indonesia.

Wiranto memulai karir militernya sebagai perwira infantri dan perlahan-lahan pangkatnya naik dengan menduduki beberapa posisi territorial. Tahun 1989 ia menjadi ajudan Presiden Suharto dan menjabat posisi itu hingga 1993. Sejak itu karirnya kian cerah dan ia dikenal sebagai pendukung Suharto yang setia. Ia kemudian berturut-turut menjadi Pangdam Jaya (1994), Pangkostrad (1996), Panglima TNI (1997), Panglima Angkatan Bersenjata (1998) sekaligus menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan ketika Suharto jatuh. Ia terus menjabat sebagai menteri pada masa Habibie dan Gus Dur (Abdurrahman Wahid) menjadi presiden sampai ia dipecat tahun 2000. Sejak itu tampak jelas bahwa Wiranto mempunyai ambisi untuk menjadi presiden.

Dalam menghadapi pemilu 2009 nanti, Wiranto telah mendirikan partai yang disebut partai Hanura (Hati Nurani Rakyat) yang berkantor di seberang kediaman resmi Wakil Presiden di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Cabang-cabang Hanura telah berdiri di seluruh Indonesia, yang memang dimungkinkan karena sumber keuangan yang melimpah. Hanura tampil cukup meyakinkan dalam jajak pendapat dan diharapkan memenangkan hingga 7% suara. Partai ini telah menarik dukungan dari kalangan angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara serta polisi, pengusaha, mantan anggota Golkar dan bahkan beberapa aktivis prodemokrasi.

Wiranto telah berhasil membangun partainya dengan efektif dan cukup mengherankan melihat adanya sejumlah warga sipil, termasuk beberapa aktivis pro-demokrasi, yang memutuskan untuk bergabung dalam barisan. Beberapa analis secara bercanda membandingkan Hanura dengan penjual tupper ware. Setiap orang dapat mendirikan cabang selama barang yang cocok terjual.

Orang yang tak mempunyai banyak uang yakin dapat memperoleh uang kontan jika mereka mendirikan cabang sementara sebagian pengusaha menanamkan uangnya dalam suatu cabang atau mempromosikan kegiatan Hanura yang lain. Setiap cabang Hanura diminta untuk mendirikan koperasi sebagai tanda tanggung jawab sosialnya sehingga menarik minat lebih banyak pendukung.

Patut dipertanyakan apakah jajaran Hanura betul-betul loyal terhadap Jenderal Wiranto. Salah satu tokoh kunci di Hanura adalah Indro S. Tjahyono yang merupakan aktivis mahasiswa yang terkemuka tahun 1978 dengan catatan anti-militer yang mengesankan. Indro merupakan salah seorang pimpinan utama oposisi pada akhir tahun 1980-an dan terlibat dalam banyak kegiatan pro-demokrasi yang penting. Dia sekarang wakil ketua Hanura meskipun diragukan apakah ia akan mendukung Wiranto dalam merebut kursi presiden. Orang-orang lain seperti Indro jelas menggunakan Hanura sebagai kendaraan untuk menjadi anggota legislatif.

Sebagai Ketua Umum partai Hanura, Wiranto memasang sejumlah pensiunan perwira disekelilingnya seperti Letjen. (Purn) Arie Mardjono dan Laksamana Muda (purn) Abu Hartono yang keduanya merupakan wakil ketua dalam dewan pertimbangan. Tujuh wakil ketua Hanura adalah Majen. (purn) Aqlani Maza dan Laksamana (purn) Bernard Kent Sondakh, Marsekal Muda (purn) Budhy Santoso, Jenderal Polisi (purn) Chaeruddin Ismael, Letjen. (purn) Fachrul Razi, Letjen. (purn) Suaidi Marassabessy dan Jenderal (purn) Soebagyo. Wakil bendaharanya adalah Mayjen. (purn) Iskandar Ali.

Hampir sama dengan Wiranto, Umar Said juga melihat Letjen (Purn) Prabowo mempunyai riwayat HAM yang sama kelamnya. Ia adalah salah satu tokoh kunci dalam kegiatan penumpasan pemberontakan di Timor Timur dan bertanggungjawab atas pelatihan dan pembiayaan kelompok milisi yang merajalela di sana tahun 1999. Sebagai komandan unit baret merah yang terkenal, Prabowo juga bertanggungjawab terhadap penculikan dan hilangnya sejumlah aktivis pro-demokrasi beberapa hari sebelum jatuhnya Suharto (yang ketika itu adalah mertuanya).

Letjen.(purn) Prabowo memiliki latar belakang yang hebat. Ayahnya adalah ahli ekonomi terkemuka yang menjadi menteri baik di jaman Sukarno maupun Suharto. Prabowo menikah dengan putri kedua Suharto dan menjadi bagian dari “keluarga pertama” negara ini. Meskipun ia memiliki latar belakang seperti itu dan telah mengecap pendidikan di sekolah umum di Inggris , ia memasuki akademi militer.

Karir militernya sangat sukses sampai ia dipecat dari angkatan bersenjata tahun 1998. Selama karirnya dalam militer, ia menduduki sejumlah posisi yang bergengsi seperti Panglima Kopassus dan Panglima Kostrad. Prabowo mendapatkan pelatihan militer dan mengambil kursus pemberantasan pemberontakan di Jerman tahun 1981 dan Kursus Perwira Angkatan Khusus di Fort Benning, AS juga pada tahun 1981. Ia kemudian menjadi letnan jenderal Indonesia termuda pada usia 46 dan sebagian orang mengatakan bahwa ia dapat muncul sebagai pengganti ayah mertuanya, Suharto.

Selain sebagai politisi, sekarang Probowo juga menjadi pengusaha sukses dan CEO beberapa perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, bubur kertas dan kertas, pertanian dan perkebunan kelapa sawit. Tahun 1998, dengan kian dekatnya kejatuhan Suharto, Wiranto dan Prabowo muncul sebagai saingan. Saat rejim akan tenggelam, Wiranto, yang memegang jabatan militer utama, mendukung gagasan Suharto untuk turun sementara Prabowo membela keberadaan Suharto sebagai presiden hingga berakhir pahit.

Ada banyak versi peristiwa Mei 1998 seperti yang tertuang dalam sejumlah buku mengenai peristiwa itu. Setelah Suharto akhirnya turun, Prabowo meninggalkan Indonesia menuju Jordan di mana ia menetap selama beberapa tahun. Sejak itu Prabowo telah merubah citranya dan kini tampak sebagai pengusaha terhormat. Beberapa tahun yang lalu ia membuat upaya lain untuk mendongkrak citranya dengan merengkuh jabatan sebagai pemimpin organisasi petani, HKTI. Organisasi ini didirikan pada jaman Suharto sebagai wadah utama bagi berjuta-juta petani Indonesia meskipun sangat diragukan apakah sekarang ini mampu memobilisasi konsituantenya.

Jika Wiranto adalah pendiri partai politik, Prabowo hanyalah anggota biasa sebuah partai baru yang bernama Gerindra. Hanya saja sekalipun Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) tidaklah didirikan oleh Prabowo, tetapi jelas bahwa Gerindra akan menjadi kendaraan politiknya. Sekalipun cuma anggota biasa, Prabowo adalah icon partai Gerindra, yang diusung menjadi calon presiden dengan mengharapkan dukungan dari banyak cabang HKTI di seluruh Indonesia. Gerindra mencoba menarik anggota baru dengan menawarkan asuransi jiwa gratis.

Ada dua perwira yang terkenal dengan reputasi buruknya adalah anggota pengurus Gerindra yakni Mayjen. (purn) Muchdi Purwopranyoto yang merupakan wakil ketua, dan pensiunan perwira intel Mayjen. (purn) Gleny Kairupan, juga wakil ketua, yang memainkan peran jahat di Timor Timur. Muchdi sekarang sedang diadili karena pembunuhan berencana terhadap Munir, aktivis HAM terkemuka di Indonesia. Sekalipun masih disebut terlibat pelanggaran HAM berat, pintarnya Prabowo mampu menarik beberapa mantan aktivis korban penculikan kedalam kubu mereka seperti Pius Lustrilanang dan Desmond Mahesa, keduanya diculik pada tahun 1998 oleh kesatuan yang diketuai Prabowo.

Seperti halnya Wiranto, Letjen. (purn) Sutiyoso juga merupakan komandan baret merah yang bertugas dalam beberapa daerah konflik seperti Timor Timur, Aceh dan Papua Barat. Ia berturut-turut menjabat sebagai gubernur Jakarta selama dua periode dan posisi inilah yang menggugah keinginannya untuk menjadi presiden.

Pensiunan jenderal Sutyoso juga mengira bahwa ia mampu menjalankan negara ini dan menganggap latar belakang militernya sebagai suatu keuntungan. Seperti dua jenderal lainnya, ia adalah orang Jawa meskipun tak pernah sampai ke puncak jenjang militer. Posisi tertingginya adalah Pangdam Jaya, yang menjadi batu loncatan baginya untuk menjadi gubernur Jakarta dari tahun 1997 hingga 2007. Menjadi gubernur di ibu kota paling tidak sama berkuasanya dengan posisi senior dalam kabinet seperti yang kita lihat dengan walikota London , Paris , New York dan Beijing.

Sutiyoso pernah bertugas di banyak daerah konflik. Sebagai bintara muda pada tahun 1960-an, ia dikirim ke Kalimantan untuk membasmi pemberontakan PGRS/Paraku. Kemudian ia bertugas di Aceh, Timor Timur dan Papua. Namanya disebut-sebut terkait dengan pembunuhan lima jurnalis asing di Balibo, Timor Timur, tahun 1975. Tahun 1993 ia menjadi perwira territorial dan bertugas di Bogor dan kemudian menjadi Panglima Kodam Jaya tahun 1994. Posisinya sebagai gubernur Jakarta memberinya kesempatan untuk membangun jaringan luas dengan kalangan pengusaha. Ia juga duduk dalam berbagai jabatan bergengsi dalam bidang olah raga: sebagai ketua asosiasi menembak, ketua asosiasi bola basket, ketua asosiasi golf dan yang paling baru, ketua asosiasi badminton.

Sutiyoso mendorong pembentukan beberapa partai kecil seperti Partai Republikan, Partai Bela Negara (PBN), Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK), dan Partai Pemersatu Bangsa (PPB). Ia juga berhasil mendapatkan pengaruh dan dukungan dari beberapa partai sedang seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Dengan dukungan koalisi ini ia berharap untuk dapat makin dikenal.

Semua pensiunan jenderal itu memiliki keuntungan dan agenda yang sama. Mereka adalah bagian dari elit politik di Jakarta, mereka mempunyai uang tak terbatas dan tampaknya mereka nantinya dapat memperoleh lebih banyak lagi. Semuanya adalah penasehat SBY dan sebagian dari motivasi mereka adalah bahwa mereka melihat SBY sebagai perwira yang gagal.

Baik Wiranto maupun Sutyoso adalah senior SBY yang sekarang merasa terpacu oleh prestasi SBY yang menjadi presiden RI. Beberapa pengamat melihat kecil sekali kemungkinannya bagi pemilih kelas menengah perkotaan untuk dapat memberikan suara kepada mereka dan juga tampaknya tak mungkin mesin politik mereka dapat menjangkau pemilih di pedesaan.



Banyak Wajah Purnawirawan Dalam Rapat Partai
Hampir di semua partai politik yang akan bertarung pada pemilu 2009, terdapat nama-nama para pensiunan militer. Dalam beberapa rapat atau pertemuan partai politik juga terdapat beberapa wajah para jenderal. Boleh dibilang ada pensiunan perwira di semua partai, hanya saja ada yang bergabung untuk memainkan peran utama, tetapi ada juga yang ikut serta karena alasan ideologis atau keagamaan. Di sebagian partai Islam atau Kristen, pensiunan perwira hanya mendapatkan peran marjinal. Ini juga terjadi dalam partai sekuler seperti PDI-P dan Golkar.

Ada perubahan mencolok dalam Golkar, yang pada masa Suharto merupakan kendaraan politik utama, tetapi menjelang tahun 1990an secara bertahap ditinggalkan karena personnel militer mulai sadar bahwa partai itu tak dapat memenuhi aspirasi politiknya. Bahkan sebelum masa pasca-Suharto, pensiunan jenderal sudah mencoba untuk mendapat tempat di arena politik di luar Golkar melalui partai yang bernama PKP ( Partai Keadilan dan Persatuan) dengan ketuanya Jenderal (purn) Edy Sudradjat. Setelah partai itu bubar, banyak yang meninggalkannya dan pindah ke tempat lain.

Di antara 38 partai yang akan ambil bagian dalam pemilu 2009 merupakan partai sipil yang mempunyai perwira dalam badan kepemimpinan mereka dan partai lain yang dipimpin oleh perwira militer dan mempunyai pandangan militer. Di antara yang disebut belakangan adalah PKPB (Partai Karya Peduli Bangsa) dengan Jen. (purn) Hartono sebagai ketua umum. Mayjen. (purn) Hartarto adalah sekjen sedangkan wakil ketuanya termasuk tiga pensiunan perwira: Mayjen. (purn) H.Namoeri Anoem, Brigjen. (purn) Suhana Bujana and Marsekal Muda (purn) Suharto.

Sebagian dari partai yang baru dibentuk juga menyediakan tempat bagi pensiunan militer. PRN (Partai Republik Nusantara), yang menggunakan Nusantara untuk namanya ketimbang Indonesia , akan berfokus khususnya pada daerah. Letjen. (purn) Syahrir MS sebagai anggota presidium PRN, sementara baik Jen. (purn) Syarnubi maupun Brigjen (purn) Husein Thaib sama-sama menjabat sebagai ketua.

Partai baru lainnya adalah PDK (Partai Demokrasi Kebangsaan) yang merupakan kendaraan perwira dengan jabatan lebih rendah. Partai ini juga memiliki agenda nasionalis yang kuat. Kombes Pol (purn) Iyer Sudaryana terpilih sebagai ketuanya, sementara itu tiga pensiunan kolonel turut pula duduk dalam kepemimpinannya, yakni Kol.(purn) Bahar Mallarangan yang merupakan wakil ketua Lembaga Ombudsman Nasional, Kol. (purn) Tasno HP, yang kini wakil kepala Dinas Pembinaan Pertanian, Peternakan dan Perikanan, serta Letkol. (purn) Haryanto adalah wakil ketua Dinas Pembinaan Kehutanan dan Pertanian. Keduanya ada dalam kepengurusan PDK.

Mereka mewakili kelompok personel militer yang menempati posisi kekaryaan (sipil) dalam masa Suharto. Sebagian besar personel militer dapat memperoleh posisi selama masa Orde Baru dan sejak pensiun (pada usia 55) menjadi pejabat tinggi, setelah sebelumnya berubah karir dari militer ke sipil. Dalam dua partai utama Golkar dan PDI-P, pensiunan militer masih memainkan peran, meskipun tak seberapa. Letjen. (purn) Sumarsono adalah Sekjen Golkar tetapi jarang muncul di muka umum. Satu dari politisi senior PDI-P adalah Mayjen. (purn) Theo Syafei, mantan panglima di Timor Timur, yang telah duduk selama dua periode dalam dewan. Kemungkinan keduanya akan digantikan dalam waktu dekat.

Partai Presiden SBY, PD ( Partai Demokrat) juga mencakup beberapa pensiunan perwira. SBY sendiri adalah ketua dewan penasehat tetapi jarang terlibat dalam kegiatan seharihari. Ketua umumnya adalah Kol. (purn) Hadi Utomo sementara Mayjen. (purn) Nur Aman dan Komjen. Pol. (purn) Nurfaizi keduanya merupakan anggota dewan. Yang mengherankan, pengurus PD adalah orang sipil yang berpandangan politik.

Dalam partai Islam PBB (Partai Bulan Bintang), ada beberapa pensiunan perwira. Termasuk di dalamnya adalah Kombes. Pol. (purn) Bambang Sutedjo, Letjen. (purn) Sugiono and Letjen. (purn) Sanif, yang semuanya menjabat sebagai anggota pengurus.

Beberapa perwira penting yang masih aktif maupun sudah pensiun belum muncul dalam kancah politik tetapi tampaknya akan unjuk gigi bulan-bulan mendatang ini. Diantaranya adalah: Ryamizard Ryacudu, Muh. Yasin and Djoko Santoso. Pensinunan jenderal bintang empat garis keras Ryamizard Ryacudu dikenal sebagai orang yang mencoba menggagalkan semua reformasi yang diperkenalkan setelah tahun 1998. Ia mencoba melakukan sabotase dalam proses perdamaian di Aceh dan dalam suatu aksi pembangkangan, ia mengadakan parade militer di depan istana semasa Gus Dur menjabat sebagai presiden. Pada hari berikutnya, Gus Dur diberhentikan oleh MPR dalam proses yang jelas-jelas dihasut oleh Ryacudu. Ia dikenal dekat dengan Megawati, kandidat PDI-P untuk capres. Kalau ini terjadi, kehadirannya kembali dalam panggung politik dapat menandakan kemunduran dari sebagian perubahan politik yang telah ada.

Letjen. (purn) Muhammad Yasin yang sampai belum lama ini merupakan pengikut setia SBY, juga kini telah muncul sebagai lawan kuat SBY. Ia menghabiskan seluruh karirnya sebagai perwira intelijen dan karena itu tak dikenal oleh masyarakat umum tetapi ia lebih dari itu semua, ia bertangan dingin. Tanpa diduga, ia telah dijadikan sebagai capres oleh partai kecil bernama PKP (Partai Karya Perjuangan) yang merupakan sempalan Golkar. Yasin dulunya adalah bagian dari lingkaran dalam SBY dan pekerja di kantor kepresidenan.

Dalam suatu wawancara langka, ia menekankan empat ‘permata’ bangsa: UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika; NKRI dan Pancasila. Meskipun Yasin tidak merupakan lawan serius dalam pemilihan presiden, ia dapat memainkan peran seperti Sutiyoso dalam membangun koalisi luas anti SBY bersama Jenderal bintang empat lainnya Djoko Santoso, yang sekarang Kepala Staf Angkatan

Belakangan ini TNI menjalani hari-hari yang berbeda disbanding saat dwi fungsi ABRI masih diterapkan. TNI kini telah banyak kehilangan kekuatan politik dan ekonominya selama. Kondisi ini tentu bertolak belakang dengan angkatan kepolisian yang telah ditingkatkan. Polri kini telah mendapatkan jauh lebih banyak perhatian publik dan juga telah merebut porsi yang cukup besar dari kue ekonomi. Di sejumlah daerah, kerapkali terjadi konflik publik antara unit polisi dan TNI, sebagian besar menyangkut soal pembagian kue. Kondisi seperti ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi Wiranto, Prabowo, Sutyoso dan SBY untuk memikirkan korps yang pernah dipimpinnya. Pekerjaan rumah bertambah bagi SBY ketika hasil kerjanya sebagai presiden selama ini dianggap telah gagal.

No comments: