07 January 2009

Duh Pak Polisi....Teganya Dikau Kepada Kami…….


Oleh Adhi Darmawan
Bom jenis napalm model vietnam dipakai Kepolisian Daerah Riau untuk membubarkan Serikat Tani Riau yang tengah berusaha mempertahankan tanahnya. Sebuah tindakan yang dianggap menindas Kaum Tani Indonesia dan memunculkan respon dunia Internasional.
Dar…der…dor…Dubrakk…Dummmm… Suara hiruk pikuk senapan dan jeritan tangis wanita, serta tangisan anak kecil di Dusun Suluk Bongkal, Riau di siang itu masih membekas diingatan Yapni. Sebelum kejadian itu, Yapni tidak mendapatkan firasat apa-apa ketika pada tanggal 18 Desember, pihak kepolisian Indonesia, yang mewakili kepentingan PT. Arara Abadi (sebuah perusahaan kertas and pulp), menyerbu warga Dusun Suluk Bongkal di Sumatra yang tengah berjuang untuk dapat mempertahankan lahannya dari serobotan PT. Arara Abadi.
Dengan dilengkapi pentungan, water canon, senjata api, serta dukungan para lelaki berbadan besar tanpa seragam, yang menurut sumber Medium itu adalah orang-orang bayaran, sekitar 500 pasukan polisi memaksa menerobos barisan yang dibentuk oleh ibu-ibu dan anak-anak yang berdiri rapat bergandengan tangan di mulut jalan masuk menuju desa.
Para polisi saat itu memaksa membubarkan warga dengan memukul, menendang, serta menembaki para warga dengan peluru karet dan gas air mata. Tak cukup sampai disitu, setelah barisan masa berhasil dipatahkan, para polisi kemudian membakar rumah-rumah warga dengan bom napalm yang dijatuhkan dari 2 helikopter. Sekitar 700-an rumah petani habis terbakar, tanah pertanian dan alat produksi petani juga tak terselamatkan Hasilnya, tindakan ofensif polisi tidak hanya berhasil membuat warga Dusun Suluk Bogkal ketakutan dan lari kalang kabut, tapi juga mengakibatkan banyak warga yang terluka. Seorang anak diantaranya meninggal dunia setelah masuk kedalam sumur akibat lari ketakutan. Seorang anak tersebut diketahui bernama Fitri yang baru berumur 2 tahun yang terpaksa masuk kedalam sumur setelah histeris hebat karena ketakutan atas adanya kejadian tersebut.
Dari adanya kejadian itu, sekitar 200 warga, termasuk para aktivis-aktivis Serikat Tani Riau ditahan. Lebih dari 400 warga juga hingga kini masih berada ditengah hutan untuk bersembunyi. Pihak kepolisian juga menambah pasukannya, dari ratusan menjadi ribuan polisi dan beberapa orang preman untuk mengejar para warga dan aktivis-aktivis Serikat Tani Riau yang lari.
Kejadian tersebut hanya berselang sedikit waktu setelah dunia memperingati hari Hak Asasi Manusia dunia, tak ayal lagi, kejadian tersebut mendapatkan perhatian dari solidaritas masyarakat di leval nasional serta perhatian kalangan internasional, beberapa di antaranya adalah dari Amnesty Internasional, serta organisasi marxis internasional, yang getol menyuarakan keadilan pada kaum buruh dan petani, setelah rezim komunis dunia hancur dan digantikan oleh kekuatan mutlak rezim liberal dunia.
Sebagaimana telah diberitakan oleh media, kejadian yang menjatuhkan korban jiwa di Riau tersebut bermula dari adanya kepentingan PT. Arara Abadi yang ingin mengklaim tanah seluas 5 ribu hektar milik warga. PT Arara Abadi adalah subsidiari divisi perhutanan di Sumatra dari Sinar Mas Group, salah satu konglomeraai terbesar di Indonesia yang dimiliki oleh pengusaha nasional Eka Tjipta Widjaja. Perusahaan tersebut adalah bagian dari Asia Pulp & Paper (APP) yang merupakan korporasi multinasional dan salah satu perusahaan pulp dan kertas terbesar di dunia yang memiliki klien di lebih dari 60 negara yang tersebar ada di semua benua.
Adanya perhatian sejumlah pihak dari kalangan nasional dan internasional menyebabkan beberapa pihak dari kalangan aparat kepolisian yang bertanggung jawab melakukan aksi bela diri, termasuk melakukan manipulasi fakta dan memaksakan pengakuan terhadap korban di bawah intimidasi. Polda Riau ditengarai telah menyogok enam organisasi untuk menggelar konferensi pers dukungan terhadap tindakan polda Riau dengan menandatangani nota klam dukungan.
Keenam organisasi dimaksud adalah Lembaga Adat Masyarakat Sakai yang ditandatangani Ketua Umum M.Yatim, Lembaga Swadaya Masyarakat Marwah Sakai Riau yang ditandatangani ketua Umum Iwandi, Aliansi Mahasiswa Pemerhati Masyarakat Riau (AMPM-Riau) yang ditandatangani Eksekutif Direktur Indra, Lembaga Independent Pembawa Pembaharuan Riau (LIPP-Riau) yang ditandatangani Presedent Direktur Mariadi, Koalisi Rakyat Bersuara (Korsa) Riau yang ditandatangani ketua umum Pirtiadi, dan Barisan Anak Negeri yang ditandatangani ketua umum Kunarto.
Dinas Kehutanan Riau. F. Labay, juga sempat mengeluarkan pernyataan yang menurut masyarakat Dusun Suluk Bonggai tidak bertanggung jawab, tanpa fakta, dan dipastikan jelas punya keberpihakan kepada PT. Arara Abadi. Dalam pernyataannya, Labay mengatakan bahwa lahan yang menjadi arena konflik warga dengan PT. Arara Abadi adalah hutan murni. Menurut Risa Sulhemy, pernyataan kadishut Riau tersebut bertentangan dengan apa dijelaskan oleh BPKH Wilayah XII bahwa dalam kawasan hutan yang menjadi konsesi PT. Arara Abadi terdapat perkampungan yang harus dikeluarkan dari HPHTI sesuai dengan SK. Menhut No. 743/kpts-II/ 1996. Selain itu, jika benar hutan murni, kenapa dokumen-dokumen sejarah, termasuk dokumen Belanda maupun Kerajaan Siak sudah menyebut perkampungan Suluk Bongkal. Jika data tersebut benar-benar asli, maka saya melihat bahwa PT. Arara abadi melalui persekongkolan dengan pihak Dinas Kehutanan Riau mencoba mengaburkan fakta historis ini, dengan mengubah nama kampung menjadi penyebutan k.ilometer sekian.
Bagai masyarakat Riau, serangan yang diarahkan kepada Serikat Tani Riau (STR) merupakan maneuver Polda Riau dan sejumlah broker politik di Riau untuk mengalihkan isu kekerasan dan pelanggaran HAM. Padahal, dimata petani, Serikat Tani Riau (STR) merupakan organisasi yang benar-benar konsisten, tanpa pamrih, dalam memperjuangkan hak-hak kaum tani di Riau.
"Serikat Tani Riau itu adalah pahlawan bagi kami, sedangkan 6 organisasi itulah penjahat", Tukas Rasyidin, seorang warga Suluk.

No comments: