09 January 2009

Masa Depan Multikulturalisme Di Indonesia



Oleh Adhi Darmawan

Di Amsterdam, Belanda, beberapa waktu lalu telah berlangsung pertemuan Dialog Antar Agama Asia Eropa (ASEM). Pertemuan yang membahas hubungan antar agama ini diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri Belanda yang bekerjasama dengan kementerian luar negeri Thailand.
Dalam dialog tersebut, dibicarakan bagaimana antar umat beragama dapat bekerjasama untuk membangun perdamaian dunia dan kedamaian di negerinya masing-masing, serta untuk dapat membantu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat masing-masing negara
Di Indonesia sendiri, kerjasama ada beberapa tahap, pertama tahap kerukunan umat beragama seperti yang telah biasa dilakukan dalam dialog-dialog antar agama dan antar umat beragama.
Dalam hal ini seringkali pemerintah, melalui Departemen Agama, memfasilitasi perjalanan pemuka-pemuka agama dari Jakarta ke daerah-daerah. Berdialog dengan pemuka agama di daerah mengenai berbagai masalah-masalah keagaman yang ada didaerah itu.
Bangsa Indonesia terdiri dari 220 juta penduduk yang tersebar di 17 ribu pulau, dengan tingkat pendidikan penduduknya yang masih relatif rendah. Tingkat ekonomi yang disparitasnya sangat tinggi dan sebagainya. Itu semua bisa menjadi faktor-faktor pembantu untuk melahirkan terganggunya hubungan-hubungan harmonisasi multicultural.
Sekalipun telah ditetapkan bahwa Negara Indonesia adalah bangsa yang multikultural yang terdiri dari berbagai suku, budaya, adat istiadat, agama, dan sebagainya, dimana antar satu sama lain harus saling menghargai, akan tetapi pelaksanaannya seringkali berbeda. Konflik horizontal antar kelompok berlatar belakang multikulturalisme masih kerap terjadi di Indonesia..
Konflik horizontal yang terjadi biasanya dipicu oleh perebutan sumber-sumber kekuasaan politik dan perebutan sumber-sumber ekonomi lokal. Pemicu lain muncul juga dari sisi agama, etnisitas, dan domisili antara penduduk asli dan penduduk pendatang.
Ada beberapa gerakan kelompok masa di Indonesia bertentangan dengan semangat multikulturalisme akan tetapi pemerintah belum berani dengan tegas mengambil langkah-langkah menertibkannya, dan terkesan membiarkannya hingga acapkali kelompok-kelompok itu menjadi peletup terjadinya konflik horizontal.
Dalam konflik horizontal ini, untuk beberapa kasus pemerintah terkesan masih lambat bertindak, mencari akar masalah, dan belum berusaha menyelesaikannya untuk jangka panjang. Jelas-jelas ada beberapa kelompok yang bertentangan dengan semangat multikulturalisme tapi pemerintah masih tetap saja membiarkan eksistensinya. Wajar jika kemudian muncul pertanyaan sekaligus ke khawatiran bagaimanakah nasib multikulturalisme di Indonesia.()

No comments: